
TABANAN, BALIPOST.com – Menjamurnya bangunan di lokasi yang tidak semestinya, termasuk di sempadan sungai, kini menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tabanan. Bupati Tabanan, I Komang Gede Sanjaya, bahkan meminta agar Pemerintah Pusat mengkaji ulang sistem Online Single Submission (OSS) yang digunakan dalam proses perizinan bangunan.
Menurut Sanjaya, sistem tersebut justru memicu lemahnya pengawasan di daerah. Akibatnya, bangunan yang berdiri di kawasan rawan seperti sempadan sungai kerap lolos dari aturan. Padahal, wilayah sempadan belakangan sering terdampak banjir bandang.
“Kami mohon ke pusat melalui bapak Gubernur Bali untuk meninjau kembali OSS. Selama ini kalau ada masalah pelanggaran tata ruang kami di daerah selalu kebingungan,” ungkap Sanjaya saat meninjau dampak bencana di Perumahan Lembah Sanggulan, Rabu (17/9).
Sanjaya menilai, sistem perizinan sebelum OSS justru lebih menekankan keterlibatan masyarakat. “Dulu, sebelum ada OSS, kalau ada usaha besar dengan lahan di atas satu hektar pakai izin prinsip. Sosialisasi dulu ke banjar, sehingga ada diskusi dengan masyarakat. Desa punya kedaulatan untuk menentukan,” jelasnya.
Ia menegaskan tidak pernah menyetujui bangunan berdiri di sempadan sungai, baik untuk tempat tinggal maupun vila. Namun, fakta di lapangan menunjukkan pengawasan kerap sulit dilakukan. “Awalnya izin sesuai aturan, tapi setelah IMB keluar, dua atau tiga tahun kemudian ada pengembangan usaha yang tidak dilaporkan,” ujarnya.
Meski demikian, Sanjaya memastikan Pemkab Tabanan tetap berpedoman pada RTRW yang sudah disahkan pemerintah pusat. “Zonasi sudah diatur kementerian. Kami tetap berpedoman dengan RTRW, apalagi Tabanan ini daerah pertanian,” tegasnya.
Di sisi lain, Ketua DPRD Tabanan, I Nyoman Arnawa, mendukung adanya evaluasi tata ruang, namun menekankan pentingnya percepatan penyusunan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) di seluruh kecamatan. “Beberapa kecamatan di Tabanan belum selesai membuat RDTR. Ini akan kami dorong agar dalam satu atau dua bulan ke depan sudah rampung,” kata Arnawa, Kamis (18/9).
Arnawa menambahkan, DPRD akan fokus mengawasi agar tidak terjadi alih fungsi lahan pertanian. “Yang paling penting jangan sekadar aturan di atas kertas. Penegakan harus konsisten. Banyak bangunan di sempadan, dan ini jelas meningkatkan risiko bencana,” pungkasnya. (Dewi Puspitawati/balipost)