
TABANAN, BALIPOST.com – Banjir yang melanda sejumlah wilayah di Bali belakangan ini, termasuk di Kabupaten Tabanan, menyedot perhatian serius pemerintah daerah. Peristiwa tersebut menjadi alarm bahwa pembangunan yang tidak terkendali dapat menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat. Tak ingin hal serupa terus berulang, Pemkab Tabanan menegaskan perlunya solusi jangka panjang demi menjaga Bali tetap lestari di tengah maraknya pembangunan.
Bupati Tabanan, Komang Gede Sanjaya, menekankan arah pembangunan ke depan tidak boleh hanya berorientasi pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Pembangunan bukan hanya soal angka PAD. Lebih dari itu, kita harus menjaga kelestarian alam, budaya, dan warisan leluhur. Kalau alam rusak, pada akhirnya masyarakat sendiri yang akan merasakan dampaknya,” tegasnya.
Lebih lanjut, Bupati Sanjaya menjelaskan, Pemkab Tabanan berkomitmen penuh dalam menjalankan perizinan pembangunan sesuai amanat peraturan perundang-undangan. Zonasi wilayah Tabanan, yang sebelumnya diatur dalam Perda 11 Tahun 2012, telah diperbarui menjadi Perda 3 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tabanan Tahun 2023-2043.
Salah satu aturan penting adalah menjaga kawasan Lahan Sawah Dilindungi (LSD). Di zona ini, pembangunan dilarang karena kawasan tersebut merupakan lahan pertanian produktif yang ditetapkan untuk dilindungi dari alih fungsi, demi menjamin ketahanan pangan secara berkelanjutan.
Selain itu, pembangunan di dekat kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) juga harus memperhatikan aturan yang berlaku, seperti jarak aman dari sungai, koefisien bangunan dan lahan, serta ketersediaan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos).
“Kita harus tetap menjaga kapasitas ruang di Kabupaten Tabanan. Berapa seharusnya tingkat hunian, berapa persen koefisien bangunan, dan di mana saja daerah resapan, semua harus diatur dengan tegas. Kalau ini diabaikan, dampaknya akan seperti yang kita rasakan sekarang, mulai dari banjir, timbulan sampah, hingga kerusakan alam,” pungkas Bupati Sanjaya.
Senada dengan itu, Ketua DPRD Tabanan, I Nyoman Arnawa, menegaskan arah pembangunan di Tabanan harus sejalan dengan nilai-nilai Tri Hita Karana sebagai filosofi hidup masyarakat Bali. “Dalam konsep Tri Hita Karana, ada keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam. Jadi pembangunan tidak boleh mengorbankan salah satunya. Kalau alam rusak, otomatis keseimbangan itu hilang,” jelas Arnawa.
Ia menambahkan, pembangunan yang tidak terkendali hanya akan melahirkan masalah baru seperti banjir, sampah, dan menurunnya kualitas hidup masyarakat. Karena itu, DPRD Tabanan mendukung penuh langkah pemerintah daerah untuk mengawal izin pembangunan agar tetap sesuai aturan tata ruang dan berpihak pada kelestarian.
“Tabanan adalah lumbung pangan Bali, dan itu harus dijaga. Jangan sampai sawah dan subak tergusur pembangunan hanya demi PAD sesaat. Pembangunan boleh maju, tapi harus sejalan dengan kearifan lokal dan berprinsip pada keberlanjutan,” ucapnya.
Mengingat Tabanan sebagai daerah lumbung beras, Ketua DPRD Tabanan juga mendorong ekskutuf untuk melalukan langkah langkah membebaskan pajak lahan produktif khususnya sawah. “Ini wajib dilakukan, kalau bisa dimulai di tahun 2026,” tegasnya Arnawa. (Dewi Puspitawati/balipost)