
DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali, Wayan Koster menegaskan kebijakan moratorium alih fungsi lahan produktif untuk fasilitas komersial. Ini dinilai sebagai langkah strategis pasca banjir bandang yang menewaskan 17 orang dan 5 orang masih hilang.
Kebijakan tersebut diputuskan seusai rapat gabungan bersama Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, Bupati Badung, Walikota Denpasar, serta Forkopimda Provinsi Bali di Gedung Kerthasabha, Jayasabha, Denpasar, Sabtu (14/9).
“Mulai tahun ini sesuai dengan Haluan 100 Tahun Bali, mulai 2025 tidak boleh lagi ada alih fungsi lahan produktif untuk kepentingan komersial seperti hotel dan restoran. Instruksi telah saya berikan kepada bupati dan wali kota. Setelah penanganan banjir selesai, kita akan kumpul kembali untuk memastikan tidak ada izin baru yang melanggar kebijakan ini,” tegas Gubernur Koster.
Gubernur Koster menekankan pentingnya momentum banjir kali ini sebagai pelajaran berharga agar seluruh pihak memiliki tanggung jawab menjaga alam Bali. “Sungai adalah sumber kehidupan, dan ekosistem Bali harus kita jaga demi generasi yang akan datang,” katanya.
Menteri Hanif Faisol Nurofiq pun mendukung penuh kebijakan Koster menghentikan alih fungsi lahan.
Ia menegaskan Bali harus dijaga secara ketat karena menjadi perhatian dunia. “Bali ini tidak boleh sembarangan. Tata ruangnya harus dikaji ulang, karena posisinya sudah sangat rawan terhadap bencana hidrometeorologi,” kata Hanif.
Hanif juga mengungkapkan tutupan hutan yang minim menjadi salah satu penyebab banjir di Bali. Untuk itu, perlu dilakukan pembenahan pada tata ruang, terutama dari Bali bagian tengah hingga ke selatan sebagai rute aliran air sungai.
Hanif Faisol mengatakan lanskap Bali dari Bali utara sampai Gunung Batur tutupan hutannya sangat kecil. Yaitu di kisaran 2 persen. Sehingga, dari 49 ribu hektare daerah aliran sungainya, yang ada tutupannya kurang dari 1.200 hektare.
“Dari lanskap yang ada di Tukad Badung, Tukad Mati, sampai Tukad Ayung, ini tingkat tutupan hutannya hanya 2 persen. Idealnya lanskap 30 persen, jadi luas 49 ribu (hektare) lebih, maka yang ada hutannya hanya 1.200. Sehingga begitu hujan deras maka sudah dapat dipastikan ini,” ungkap Hanif saat ditemui di Pasar Kumbasari, Denpasar, Sabtu (13/9).
Ia juga menyoroti isu alih fungsi lahan masif yang menyebabkan kurangnya resapan air di Bali. (Ketut Winata/balipost)