
DENPASAR, BALIPOST.com – Rapat paripurna DPR telah menyetujui Rancangan Undang – Undang tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (RUU Haji dan Umrah).
Salah satu perubahan mendasarnya adalah peningkatan Badan Penyelenggara (BP) Haji menjadi Lembaga yang memiliki kewenangan penuh mengatur penyelenggaraan haji dan umroh (Kementrian Haji dan Umrah).
Pengesahan RUU Haji hadir di tengah karut marut penyelenggaraan Haji setiap tahun. Seperti pada musim haji 2024, muncul dugaan penyelewengan dan gratifikasi terkait pengelolaan kuota haji, yang berujung DPR membentuk Pansus Angket Haji untuk mengusutnya.
Kemudian, kritik juga menyasar antrean keberangkatan yang Panjang bisa mencapai 20 hingga 30 tahun, birokrasi yang berbelit, serta ketidakjelasan status kelembagaan (BP Haji atau Kementrian Agama) yang bertanggung jawab atas berbagai aspek pelayanan Jemaah.
Sehingga, pengesahan RUU Haji, 26 Agustus 2025 setidaknya menandai Langkah besar dalam reformasi penyelenggaraan ibadah Haji di Indonesia.
Regulasi baru yang terdiri dari 16 Bab dan 130 pasal ini setidaknya berpotensi menjadi solusi atas karut marut penyelenggaraan haji selama ini di Indonesia.
Dengan RUU yang disahkan ini, kelembagaan yang mengurus haji dan umrah lebih jelas. Harapannya, tidak lagi tumpang tindih antara Kemenag dan BP Haji.
Tunggu Perpres
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi mengatakan bahwa pembentukan Kementerian Haji dan Umrah akan dilakukan melalui Peraturan Presiden (Perpres) sebagai tindak lanjut dari amanat Undang-undang (UU).
Hasan, dikutip dari Kantor Berita Antara, menyebut instansi tersebut berbeda dengan kementerian yang keberadaannya diperintahkan langsung oleh UUD 1945, ada pula kementerian yang dibentuk berdasarkan mandat UU.
“Jadi, ini ada undang-undang nih, perintahnya membuat kementerian, berarti nanti, Presiden dalam hal ini akan membuat peraturan presiden untuk menjalankan UU itu. Perpres untuk membentuk kementerian haji,” ujarnya.
Terkait siapa yang akan memimpin kementerian tersebut, Hasan menegaskan hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan Presiden Prabowo Subianto.
“Apakah kepala yang sekarang otomatis menjadi itu, biar Presiden yang menentukan,” katanya.
Hasan juga menyinggung soal pendanaan, di mana pembentukan kementerian baru akan memerlukan alokasi anggaran tersendiri.
“Kalau bikin lembaga baru kan harus disiapkan nanti. Sama kayak bikin PCO kan? Harus disiapkan juga,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang menjelaskan kementerian baru ini akan menjadi koordinator utama penyelenggaraan haji, dengan seluruh infrastruktur dan sumber daya manusia di bawah naungannya.
RUU tersebut merupakan usul inisiatif DPR untuk meningkatkan pelayanan jamaah, menyesuaikan perkembangan teknologi, serta merespons kebijakan terbaru Arab Saudi.
Seluruh fraksi partai politik menyatakan persetujuan, sehingga kementerian ini akan menjadi mitra resmi Komisi VIII DPR RI.
Mekanisme Pengawasan yang Kuat
Lembaga baru ini nantinya bisa lebih fokus, mengatur mulai dari pendaftaran, bimbingan, transportasi hingga akomodasi secara terpadu. Melalui Kementerian, akan ada mekanisme pengawasan yang kuat dilakukan oleh DPR, BPK dan publik sendiri, sehingga lebih kuat dibandingkan Lembaga non kementerian.
Namun, semua masalah tidak secara otomatis diselesaikan dengan pembentukan kementerian. Seperti masalah antrean, kuota Haji masih berhubungan dengan pemerintahan Arab Saudi.
Demikian juga dengan terciptanya birokrasi baru, dalam proses transisi, dari pengalihan pegawai, penataan anggaran, hingga penyusunan peraturan turunan akan membutuhkan waktu. Disisi lain, musim haji 2026 sudah menanti. Bila saja terlambat, maka justru berisiko menimbulkan persoalan baru dalam pelayanan Jemaah.
Pada kementerian baru ini juga akan diuji bentuk integritas. Mulai dari pejabat dan penyelenggaranya harus tetap menjaga integritas pelayanan.
Implementasi akan menjadi penilaian publik, bukan dari banyaknya pasal-pasal dalam UU. Kenyamanan, kepastian dan perlindungan yang dirasakan Jemaah, akan menjadi tantangan bahwa kementrian baru yang dibentuk ini menjawab harapan, sebagai solusi bukan justru tambahan masalah. (Agung Dharmada/balipost)