Ilustrasi - Jamaah melakukannya tawaf mengelilingi Kabah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi. (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Sejumlah poin kesepakatan berhasil dicapai dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

Menurut Menteri Hukum Supratman Andi Agtas ada 9 poin yang disepakati dalam RUU Haji ini.

Poin-poin itu dipaparkannya dalam penyampaian jawaban atas RUU Haji dan Umrah pada Rapat Paripurna ke-4 DPR RI Masa Sidang I Tahun Sidang 2025-2026 di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/8) dikutip dari Kantor Berita Antara.

Ada pun kesembilan poin itu adalah:

1. Penguatan kelembagaan dari Badan Penyelenggara (BP) Haji menjadi kementerian yang menyelenggarakan sub-urusan pemerintahan haji dan umrah sebagai penyelenggara dan yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.

2. Mewujudkan ekosistem haji dan umrah melalui pembentukan satuan kerja dan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum, serta kerja sama dengan pihak terkait.

3. Pengaturan kuota haji untuk petugas haji yang terpisah dari kuota haji Indonesia.

4. Penambahan kuota haji tambahan

Baca juga:  Wimbakara Baleganjur Remaja PKB 2025, Puluhan Ribu Penonton Padati Pertunjukan Perdana

5. Pengaturan pemanfaatan sisa kuota

6. Pengaturan pengawasan terhadap penyelenggaraan ibadah haji khusus yang mendapatkan visa haji nonkuota.

7. Pengaturan tanggung jawab pembinaan ibadah haji dan kesehatan terhadap jamaah haji

8. Mekanisme peralihan pascaperubahan Badan Penyelenggara Ibadah Haji menjadi kementerian.

9. Penggunaan sistem informasi kementerian dalam penyelenggaraan haji dan umrah.

Supratman menegaskan bahwa pelaksanaan ibadah haji dan umrah merupakan hak warga negara Indonesia pemeluk agama Islam untuk beribadah sekaligus menjadi tanggung jawab negara, yang pelaksanaannya dijamin sebagai amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Tanggung jawab negara untuk pemenuhan hak menunaikan ibadah haji dan umrah sebagai hak asasi manusia diwujudkan dengan memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan bagi warga negara Indonesia yang menunaikan ibadah haji dan umrah agar dapat dilaksanakan secara aman, nyaman, tertib, dan sesuai dengan ketentuan syariat,” katanya.

Untuk itu, dia mengatakan diperlukan penyempurnaan dan perbaikan terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (UU Haji) yang telah beberapa kali diubah agar penyelenggaraan ibadah haji dan umrah dapat dilaksanakan dengan aman, nyaman, tertib, lancar, dan sesuai dengan ketentuan syariat untuk sebesar-besarnya kemanfaatan bagi jamaah haji dan umrah.

Baca juga:  Port FC Melaju ke Final

Sebab, kata dia, UU Haji dalam implementasinya masih belum sepenuhnya dapat mengakomodasi kebutuhan hukum masyarakat, serta perkembangan mengenai kebijakan ibadah haji dan umrah dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

Kelemahan Penyelenggaraan Ibadah Haji

Selain itu, dia menyebut masih terdapat beberapa kelemahan dalam pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, Di antaranya, Pemerintah Indonesia belum optimal dalam memanfaatkan kuota haji dan kuota haji tambahan dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

Kemudian, belum optimalnya pembinaan terhadap jemaah haji tahun berjalan dan jamaah haji pada urutan berikutnya.

Selanjutnya, belum adanya perlindungan dan pengawasan terhadap pelaksanaan ibadah haji warga negara Indonesia yang mendapatkan undangan pisah haji non-kuota dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

Berikutnya, belum adanya mekanisme pembahasan perubahan biaya penyelenggaraan ibadah haji dalam hal terjadi kenaikan biaya penyelenggaraan ibadah haji.

Baca juga:  Pecinta Drama Gong Dihibur Pementasan "Dukuh Suladri"

“Belum ada pengaturan mengenai sistem informasi haji melalui sistem informasi kementerian, serta keberangkatan perjalanan ibadah haji dan umrah secara mandiri,” katanya menambahkan.

Mencermati hal di atas, Supratman pun menyampaikan persetujuan Presiden RI terhadap RUU Haji untuk disahkan menjadi undang-undang.

“Presiden menyatakan setuju Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah untuk disahkan menjadi undang-undang,” kata dia.

Rapat Paripurna ke-4 DPR RI Masa Sidang I Tahun Sidang 2025-2026 pun akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah menjadi undang-undang, yang isinya membentuk Kementerian Haji dan Umrah.

“Rancangan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah apakah dapat disetujui menjadi undang-undang,” kata Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurizal di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa, yang dijawab setuju oleh anggota DPR yang hadir. (kmb/balipost)

BAGIKAN