DENPASAR, BALIPOST.com – Banjar Adat Beraban, Desa Adat Denpasar mengimplementasi pawongan dalam Tri Hita Karana dengan mendukung matatah massal yang digelar pemerintahan Desa Dauh Puri Kauh. Karena pelaksanaan matatah adalah salah satu upaya menjaga budaya dan adat Bali.
Kelian Adat Banjar Beraban, Desa Adat Denpasar, IB Agung Warasmena, mengatakan menjaga adat dan budaya Bali salah satunya dengan penerapan Tri Hita Karana yang meliputi parhyangan, pawongan dan palemahan. Salah satu upaya menjaga budaya Bali dengan menyelenggarakan upacara matatah, yang merupakan bagian dari pawongan.
Ia berharap upaya seperti ini selalu mendapat dukungan dari pemerintah kepada masyarakat banjar adat. Karena menurutnya banjar adat adalah akar dari kebudayaan Bali. “Untuk itu, pemerintah dapat membantu masyarakat di akar rumput dengan menjaga budaya, adat, agama Hindu di Bali,” ujarnya.
Sementara, di bidang parhyangan telah banyak pembangunan pura yang dilakukan namun pembangunan tersebut juga harus dijaga keberadaannya selama pura tersebut diempon. Sehingga perlu penyangga dari pura tersebut yang disebut dengan Sanan dari pura sanggah dan merajan. “Karena dengan sanan itulah kita bisa menjaga budaya, adat, agama Hindu Bali terkait dengan hubungan harmonis dengan Ida Sang Hyang Widhi,” ujarnya.
Upacara adat seperti matatah yang dilaksanakan bersama dengan pemerintah saat itu berupa matatah massal, juga merupakan implementasi Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Di bidang palemahan, ia mengajak krama dan prajuru adat untuk menjaga tanah kelahirannya.
“Karena banyaknya vila, perubahan struktur sawah menjadi tempat-tempat wisata yang tidak mendukung adanya palemahan di Bali. Maka dari itu perlu diperhatikan perimbangan antara mana tempat-tempat yang bisa dibangun vila, mana yang bisa dibangun perumahan, tempat menjaga peresapan air untuk palemahan kita,” bebernya.
Maka dari itu diperlukan pendidikan, pemahaman kepada masyarakat agar tidak semena-mena menjual aset yang ada karena sebagian merupakan sanan dari pura dan merajan krama untuk menjaga adat dan budaya Hindu Bali.
Prawartaka Karya Matatah Massal Desa Dauh Puri Kauh, Mangku Wayan Cika mengatakan, sebelum matatah, pamilet (peserta) melaksanakan upacara menek kelih, natab sesayut, ngeraja sewala dan ngeraja singa. Selanjutnya dilakukan proses padengen-dengenan. Setelah selesai, dilanjutkan dengan upacara ngekeb, ngerajah peserta matatah, lalu sungkeman bagi peserta.
Baru dilanjutkan naik ke bale patatahan untuk prosesi masangih. Prosesi matatah dilaksanakan oleh 36 sangging terdiri dari 18 sangging Parisadha Kota Denpasar dan 18 sangging dari pemerintah Dauh Puri Kauh. (Citta Maya/balipost)