
DENPASAR, BALIPOST.com – Keterlibatan perempuan Bali dalam politik formal masih sangat rendah. Berdasarkan data terbaru, keterwakilan perempuan di DPR RI periode 2024 baru mencapai 21,3%, sementara di tingkat DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota rata-rata masih di bawah 25%.
Ketua Umum Badan Kerja Sama Organisasi Wanita (BKOW) Provinsi Bali, Seniasih Giri Prasta mengaku prihatin atas kondisi tersebut. Untuk itu, penting pendidikan politik bagi perempuan sebagai fondasi partisipasi aktif dalam demokrasi. Apalagi, secara nasional jumlah kepala daerah dan wakil kepala daerah perempuan di Indonesia juga dinilai masih sangat terbatas.
“Perempuan harus menjadi pemilih yang cerdas sekaligus pemimpin yang berani tampil. Pendidikan politik sangat penting untuk membentuk keberanian, pemahaman, dan solidaritas antarperempuan dalam mendukung sesama,” tegas Seniasih Giri Prasta dalam Seminar Pendidikan Politik Bagi Kaum Perempuan, di Kantor Kesbangpol Provinsi Bali, Kamis (17/7).
Sebagai bentuk komitmen, BKOW Bali menjalankan program Perempuan Bali Sadar Demokrasi yang fokus pada pelatihan kepemimpinan, forum diskusi desa, hingga kampanye kesadaran politik. Program ini menyasar berbagai kalangan, mulai dari ibu rumah tangga hingga tokoh adat dan dijalankan melalui kolaborasi dengan KPU, Bawaslu, Kesbangpol, serta organisasi masyarakat sipil.
Kendati demikian, Seniasih Giri Prasta juga mengingatkan para perempuan Bali yang terjun dalam ranah politik, maupun yang meniti karir, agar jangan sampai melupakan kodratnya sebagai perempuan di lingkungan rumah tangga.
“Kaum perempuan boleh berkarir setinggi-tingginya, tetapi jangan melupakan kodrat sebagai perempuan, baik itu sebagai istri dan ibu. Kodrat sebagai perempuan tidak boleh dikesampingkan, karena kalau itu dilupakan, maka rumah tangga akan hancur dan anak-anak menjadi korban,” kata Seniasih.
Menurut Seniasih, agar tidak melupakan kodrat sebagai kaum perempuan, maka ketika terjun dalam ranah politik haruslah pintar-pintar membagi waktu, dapat memanfaatkan media dengan tepat, serta tidak boleh hanya mementingkan ego sendiri.
“Ketika ingin sukses dalam politik ataupun karir, anak-anak tidak boleh sampai menjadi korban. Mereka jangan sampai terlibat penyalahgunaan narkoba maupun seks bebas akibat kurangnya perhatian dari para ibu,” ucapnya.
Senada dengan Seniasih, anggota Komisi IV DPRD Provinsi Bali, Putu Diah Pradnya Maharani atau yang akrab disapa Gek Diah, mendorong perempuan Bali dari kalangan pelajar hingga dewasa untuk lebih kritis terhadap isu-isu sosial.
“Perempuan Bali jangan ragu menjadi penggerak dan pemimpin. Tapi untuk berani, kita harus memahami literasi politik secara menyeluruh,” ujar Gek Diah, yang dikenal sebagai anggota DPRD Bali termuda sekaligus peraih suara tertinggi pada Pemilu 2024.
Ia juga mengingatkan agar perempuan mewaspadai pengaruh media sosial dalam demokrasi modern. “Apa yang viral di media sosial belum tentu benar. Kita tidak boleh dikendalikan oleh medsos, justru kita yang harus mengendalikannya,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua KPU Provinsi Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan, menyatakan bahwa pihaknya tidak hanya menargetkan keterwakilan perempuan sebesar 30 persen, tetapi ingin mendorong komposisi yang lebih setara, yakni 50:50 di parlemen.
“Target kami bukan sekadar angka, tapi juga kualitas kader perempuan. KPU terus mendorong green election, transparansi pemilu, dan pelibatan perempuan dalam proses politik,” ungkapnya.
Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Bali, Gede Suralaga, menegaskan bahwa pendidikan politik perempuan merupakan bagian integral dari pembangunan Bali yang inklusif dan berkelanjutan, sejalan dengan visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”.
“Perempuan tidak hanya layak dipilih, tapi juga layak memimpin. Dengan semangat Sad Kerthi, mari kita bangun demokrasi Bali yang berbudaya dan adil gender,” tandasnya. (Winata/Balipost)