Bendesa Agung MDA Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet. (BP/ata)

DENPASAR, BALIPOST.com – Penilaian sejumlah pihak terkait ikut campurnya Majelis Desa Adat (MDA) dalam persoalan desa adat hingga bertindak seolah-olah atasan bendesa membuat Bendesa Agung angkat bicara.

Bendesa Agung MDA Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet membantah penilaian itu. Ia mengatakan selama ini, MDA Bali tidak pernah mencampuri apalagi menekan desa adat.

MDA menghormati otonomi desa adat. Hanya jika ada masalah (wicara) yang tidak bisa diselesaikan di Desa adat, MDA akan turun tangan menjadi penengah mencarikan jalan penyelesaian.

Baca juga:  Pengawasan Lokasi Konservasi Penyu Diperketat

“Penyelesaian wicara itupun berdasarkan awig-awig dan pararem yang ada di desa adat tersebut, bukan berdasarkan aturan yang ditetapkan MDA,” tegas Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet di Gedung MDA Bali, Rabu (16/7).

Mekanisme penyelesaian wicara seperti masalah pengadegang bendesa misalnya menggunakan mekanisme yang jelas melibatkan sembilan Bendesa Madya (pimpinan MDA kabupaten/kota-red), Bendesa Agung dibantu Sabha Nayaka MDA Bali.

MDA menurutnya tidak pernah mencampuri desa adat. Segala masalah di desa adat, jika mampu diselesaikan oleh desa adat, MDA sangat menghormati.

Baca juga:  Ogoh-Ogoh ST. Dipa Bhuana Canthi 2025 Narasikan Penciptaan Manusia Pertama

“MDA bukanlah atasan desa adat. Kenyataanmya hingga saat ini, MDA tidak pernah memerintahkan desa adat seperti apa. Tidak pernah mengatur siapa yang harus dipilih menjadi bendesa. Tidak juga mengatur desa adat seperti apa,” tegasnya.

Kembali ditegaskan bahwa desa adat otonom, tidak dapat diintervensi oleh siapa pun termasuk MDA. “Otonomi desa adat dalam konteks desa mawacara, siapapun tidak bisa mencampuri. Sedangkan keberadaan MDA hadir dalam konteks Bali mawacara dan negara mawatata bersama dengan Dinas Pemajuan Masyarakat Adat,” lanjut Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet.

Baca juga:  MDA Bali Minta Desa Adat Bisa Buat Pararem Bermain Layangan

MDA hanya berperan jika ada masalah (wicara) yang tidak bisa diselesaikan di dalam internal desa adat.  Contoh kasus, terkait dengan bendesa di Desa Adat Selat Kecamatan Susut Bangli, Ida Panglingsir dengan tegas mengatakan menyelesaikan dengan menggunakan awig-awig dan pararem yang berlaku di desa itu.  “MDA mengawasi dan menuntun. Jika ada yang hal-hal yang berpotensi tidak sesuai dengan aturan hukum negara, MDA akan mengingatkan,” jelasnya. (Nyoman Winata/balipost)

BAGIKAN