
NEGARA, BALIPOST.com – Tradisi Makepung berkembang di sejumlah wilayah di Kabupaten Jembrana baik wilayah timur maupun barat. Hampir di setiap desa adat di Jembrana memiliki sekaa yang menyebar di masing-masing kelompok warga.
Sebagai tradisi yang hanya ada di Bali Kauh, Makepung menjadi ikon daerah dan mencatatkan Jembrana sebagai daerah yang paling banyak memiliki populasi kerbau di Pulau Bali.
Pelestarian tradisi ini dilakukan secara berkesinambungan dengan menggelar beberapa even Makepung secara bergiliran di beberapa sirkuit di sejumlah wewidangan desa adat. Dari tahun ke tahun, dilihat dari jumlah sekaa, terus bertambah. “Makepung sudah menjadi identitas Jembrana. Tentunya harus tetap dilestarikan. Saat ini sekaa tersebar di Jembrana. Baik dari barat (Ijogading Barat) maupun wilayah timur (Ijogading Timur),” ujar Koordinator Sekaa Makepung, I Made Mara.
Mantan Bendesa Melaya ini memaparkan, makepung bukan sekadar perlombaan yang memberikan hiburan atau meraih kemenangan. Banyak nilai-nilai local genius, adat dan budaya Bali yang menyertai dari proses persiapan hingga pelaksanaan Makepung. “Dalam setahun, ada sekitar 10 putaran. Ditambah dengan tiga even piala yang rutin digelar. Proses dan persiapan untuk satu putaran itu panjang, tidak sekadar tampil. Tetapi juga dengan kesiapan yang matang,” kata Mara.
Dari segi pelestarian, menurutnya Makepung yang menjadi salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB), sudah cukup menggembirakan. Dilihat dari semakin banyaknya kerbau yang ikut bertanding, dari sebelumnya hanya berkisar 60 pasang tiap blok, saat ini sudah lebih dari 100 pasang kerbau di masing-masing blok (Ijogading Timur dan Ijogading Barat).
Dimulainya atraksi Makepung diperkirakan sekitar tahun 1920-an nyaris bersamaan dengan berkembangnya kesenian Jegog. Makepung berkembang secara turun menurun pada masyarakat agraris Jembrana saat itu. Dulu tercatat hampir hampir 90 subak dari Melaya hingga Pekutatan. Kerbau merupakan alat transportasi pengangkut padi yang sangat akrab dan mudah ditemui di kalangan petani saat itu.
Para petani yang mengangkut padi dari sawah ke lumbung dan ke rumah saling beriringan. Beberapa di antaranya saling berpacu agar cepat sampai dan hasil panen segera habis diangkut. Dari awal mula saling berpacu inilah kemudian berkembanglah Makepung. Namun, untuk Makepung kini lebih praktis, dimana pedati sangat sederhana dengan dua roda dan hanya ditunggangi seorang joki. Termasuk juga hiasan yang wajib dipasang di kerbau. Seperti Rumbing (Hiasan di kepala kerbau), Blongsong (kaos penghias tanduk), dan Tekes (Ikat kepala untuk Sais), dan Kroncongan Onjer (Kroncongan yang banyak).
Sekaa Makepung berkembang di sejumlah desa adat di Jembrana terutama di wilayah Kecamatan Negara, Jembrana, Melaya dan Mendoyo. (Surya Dharma/balipost)