Desa Adat Pecatu memperkuat ketertiban lewat Pararem Kasukretan. (BP/Istimewa)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Desa Adat Pecatu, yang terletak di wilayah Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, kembali menunjukkan komitmennya dalam menjaga keharmonisan dan ketertiban sosial melalui langkah nyata: penyusunan pararem kasukretan krama.

Langkah ini menjadi bukti nyata sinergi antara tradisi dan kebutuhan sosial kontemporer, dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat, termasuk perwakilan dari Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali.

Kegiatan penyusunan pararem tersebut dilangsungkan di Kantor Desa Adat Pecatu, dengan menghadirkan Patajuh Bagha Kelembagaan dan SDM MDA Bali, Made Wena. Tujuan utama penyusunan pararem ini adalah untuk memperjelas aturan serta tanggung jawab seluruh elemen masyarakat, baik yang asli maupun pendatang, dalam menjaga keteraturan di wilayah desa adat.

Baca juga:  Jual Motor Curian untuk Beli Miras

Bendesa Adat Pecatu, I Made Sumerta, menegaskan bahwa penyusunan pararem kasukretan ini bukan sekadar formalitas. Lebih dari itu, ini adalah langkah strategis dalam menciptakan pemahaman yang sama antar warga, tanpa memandang latar belakang agama maupun asal usul.

“Kami menyebut mereka bukan tamu, tapi tamiu. Mereka juga bagian dari krama, hanya berbeda swadarma. Artinya, mereka punya hak dan kewajiban moral untuk ikut menjaga tatanan adat,” jelas Sumerta, yang juga merupakan anggota DPRD Badung ini.

Dalam forum yang dihadiri oleh prajuru desa adat, kelian banjar, sabha desa, tempekan, hingga sabha yowana tersebut, rancangan pararem telah dibahas secara menyeluruh. Draft awal telah disusun dan direncanakan akan diregistrasi ke MDA Provinsi Bali sebelum resmi diberlakukan di wilayah Desa Adat Pecatu.

Baca juga:  Usadha Bali Sebagai Upaya Penyelamatan Tradisi Bali

Saat ini, Desa Adat Pecatu tercatat memiliki lebih dari 8.000 krama cacah serta 2.180 krama KK atau kepala keluarga. Sumerta berharap, keberadaan pararem ini mampu menjadi dasar hukum adat yang adil dan tegas dalam menjaga keharmonisan sosial.

“Desa ini menjadi tempat tinggal warga dari seluruh penjuru Indonesia. Maka, aturan yang berlaku harus bisa memayungi semua pihak, agar tak ada keraguan dalam mengambil keputusan di tingkat adat,” imbuhnya.

Senada dengan itu, Made Wena dari MDA Bali menyampaikan bahwa pararem kasukretan merupakan kebutuhan mendasar dalam menjaga keteraturan sosial di wilayah adat. Menurutnya, semua warga, baik krama adat, krama tamu, maupun krama tamiu—memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjaga keamanan, kebersihan, dan kenyamanan lingkungan.

Baca juga:  Temuan Brankas Berisi Pratima di Klungkung, Diduga Kuat Asalnya dari Wilayah Ini

Wena juga mengingatkan pentingnya peran dunia usaha dalam mendukung upaya menjaga ketertiban desa adat. Ia menekankan bahwa keamanan bukan semata soal adat, melainkan juga menyangkut keberlangsungan ekonomi lokal.

“Ini bukan hanya urusan adat atau pemerintah desa, tapi tanggung jawab bersama. Jika wilayah aman dan tertib, maka iklim investasi akan kondusif. Ini bukan soal bisnis semata, tapi soal masa depan bersama,” ujar Wena menutup pertemuan. (Parwata/balipost)

BAGIKAN