
DENPASAR, BALIPOST.com – Alunan Gamelan Penting dari Sanggar Seni Semara Geya, Banjar Pasek, Desa Muncan, Kecamatan Selat, Karangasem, berhasil memikat perhatian pengunjung Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47.
Pergelaran yang berlangsung di Kalangan Ratna Kanda, Taman Budaya Provinsi Bali, Minggu (29/6) itu menyuguhkan lima garapan segar yang menghidupkan kembali gamelan tua dalam balutan kekinian.
Sekitar 40 seniman tari dan karawitan terlibat dalam pertunjukan tersebut. Menariknya, usai Lomba Gender Wayang Anak, pengunjung memilih bertahan demi menyaksikan dentingan khas gamelan penting—salah satu warisan langka Bali yang kini jarang dikenal, bahkan oleh generasi muda.
“Kami ingin memperkenalkan kembali gamelan penting sebagai bagian dari kekayaan budaya Bali, khususnya kepada generasi Z,” ujar Kadek Agus Pandu Putra, Ketua Sanggar Semara Geya.
Gamelan ini dimainkan sekitar 20 penabuh, memadukan instrumen tradisional seperti gong, kempur, reong, jublag, tawa-tawa, kendang jedugan, dan kendang krumpungan. Harmoni yang dihasilkan terdengar segar, namun tetap menyimpan nuansa sakral.
Perpaduan Tradisi dan Kreasi
Pementasan dibuka dengan Tabuh Penggalang, gubahan musik yang terinspirasi dari momen munculnya Bintang Tenggala di ufuk Timur. Filosofinya mengajak masyarakat untuk memulai hari dengan semangat satvika—energi murni penuh kebaikan—seperti yang diajarkan dalam Bhagavad Gita.
Berikutnya, tampil Tari Tunas Ambara, karya Wayan Wira Arimbawa dan Kadek Agus Pandu. Tarian ini mengekspresikan kebhinekaan karakter pemudi yang disatukan oleh semangat tulus berbakti dalam wadah kehidupan bernama “Ambara”. Gerakannya ritmis, dinamis, namun tetap harmonis, mencerminkan potensi muda Muncan dalam berkesenian.
Tabuh Giriwara lalu menyusul, menyuguhkan panorama musikal tentang keindahan Desa Muncan dengan latar pegunungan yang menjulang. Garapan ini dilanjutkan dengan Tabuh Kreasi Pepanggulan Giriwara, garapan I Putu Ade Januarta yang menggambarkan dua sisi Gunung sebagai simbol Rwabhineda — keindahan (santa) dan kemarahan (kroda).
Sebagai penutup, dipentaskan Tari Baris Mabuang yang berasal dari tradisi Desa Ngis, Manggis, Karangasem. Tarian sakral ini memiliki makna religius dan menggambarkan prosesi pembuangan energi negatif atau “buang sial”, yang sudah menjadi tradisi turun-temurun di desa tersebut.
Lewat pementasan ini, Sanggar Semara Geya tidak hanya menghibur, tetapi juga membuktikan bahwa gamelan tua tak kehilangan daya magisnya. Mereka menjembatani masa lalu dan masa kini, membuka ruang baru bagi warisan budaya agar tetap hidup dan dikenang. (Adv/balipost)