Suasana warga Bugbug menggelar Usaba Manggung. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Desa Adat Bugbug, Karangasem, memiliki warisan budaya yang masih lestari hingga kini, yakni Usaba Manggung. Upacara ini merupakan bagian dari siklus “Usaba” yang dilaksanakan setiap tahun sebagai bentuk penghormatan terhadap alam, khususnya I Dewa Sri, simbol kesuburan dalam kepercayaan masyarakat Bali.

Berikut beberapa hal menarik dari tradisi ini:

1. Digelar Saat Purnama Kasa, Tanpa Pernah Terputus

Usaba Manggung dilaksanakan setiap tahun pada bulan Purnama Kasa, biasanya antara Juni–Juli, dan tidak boleh dilewatkan, bahkan ketika terjadi bencana atau pandemi. Tradisi ini telah diatur dalam Bhisama atau titah leluhur, sehingga tetap digelar meskipun dalam skala terbatas.

2. Upacara Dimulai Sejak Hari Soma Pon Pahang

Baca juga:  3 Kali Jadi Napi, Pengedar Narkoba Ditangkap Lagi

Rangkaian Usaba Manggung dimulai dari Soma Pon Pahang (Senin), dilanjutkan pada Anggara Wage Pahang (Selasa), dan mencapai puncaknya pada Buda Kliwon Pahang (Rabu). Di hari puncak, seluruh krama Bugbug berkumpul di Pura Bale Agung untuk mempersembahkan sesaji utama (banten panguduh) dan menampilkan tarian sakral.

3. Tarian Rejang dan Daratan Mengisi Puncak Upacara

Salah satu ciri khas Usaba Manggung adalah tari rejang dan tari daratan (keris) yang digelar sebanyak tiga kali berturut-turut. Tarian ini dibawakan oleh krama istri dan pemuda desa dengan iringan gamelan tradisional seperti gong gede, selonding, dan gambang. Tarian ini sebagai simbol rasa syukur kepada I Dewa Sri atas hasil bumi dan kesuburan yang telah diberikan.

Baca juga:  Kasus Bedah Rumah di Tianyar Barat, 5 Tersangka Diperiksa

4. Aci Sumbu dan Rerajahan Yamaraja: Simbol Penolak Bala

Di malam hari, digelar prosesi Aci Sumbu, yang merupakan puncak spiritual dari Usaba Manggung. Dalam prosesi ini, para pemangku menggambar rerajahan Yamaraja (simbol pelindung dari marabahaya) di pelataran pura menggunakan pamor putih. Rerajahan ini menjadi perwujudan doa agar desa tetap harmonis, aman, dan subur sepanjang tahun.

5. Keterlibatan Krama Secara Kolektif

Tidak hanya prajuru adat, tetapi seluruh krama desa Bugbug, termasuk para pemuda dari banjar-banjar seperti Puseh, Bencingah, Madya, Segaa, dan Celuk, terlibat aktif dalam upacara ini. Tradisi ini menjadi momentum penting untuk membangun rasa gotong royong, kekompakan, dan regenerasi nilai budaya.

Baca juga:  Tiga LSM Respons Pembangunan Jalan Penghubung BMTH

6. Jadwal Pelaksanaan Usaba Manggung

Upacara ini dilangsungkan selama tiga hari berturut-turut berdasarkan sistem kalender Bali (pawukon), yang biasanya jatuh pada bulan Purnama Kasa (sekitar Juni–Juli).

Berikut rinciannya:

  • Hari Pertama – Soma Pon Pahang (Senin)
    Dimulainya rangkaian upacara dengan kegiatan pebantenan dan persiapan awal olehDesa seluruh krama desa.
  • Hari Kedua – Anggara Wage Pahang (Selasa)
    Dilaksanakan prosesi pangawit, atau pembukaan upacara secara adat, diiringi dengan aktivitas pemanggilan energi suci leluhur.
  • Hari Ketiga – Buda Kliwon Pahang (Rabu)
    Merupakan puncak Usaba Manggung, ditandai dengan persembahan banten panguduh, tarian rejang dan daratan, serta prosesi aci sumbu dan rerajahan Yamaraja pada malam hari. (Pande Paron/balipost)

BAGIKAN