
SEMARAPURA, BALIPOST.com – Pelaku usaha Bumi Perkemahan di Bukit Tengah Desa Pesinggahan, Klungkung, nampaknya belum memastikan kesesuaian pemanfaatan ruang. Sebab, Dinas PUPRPKP Klungkung memastikan pemilik proyek di dekat Pura Goa Lawah itu sama sekali belum pernah mengajukan KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang).
Kepala Dinas PUPRPKP Klungkung, I Made Jati Laksana, Rabu (11/6), mengatakan setiap orang tentu dapat mengajukan dan mendapatkan NIB (Nomor Induk Berusaha). Namun, terkait dengan usaha yang akan dilakukan, harus menyesuaikan dengan peruntukan kawasan. Sehingga perlu mengurus KKPR dan diajukan lewat OSS.
“Pada saat ini, terkait NIB di atas (investor proyek Bumi Perkemahan Bukit Tengah) belum pernah mengajukan KKPR,” terang Jati Laksana.
Ia menambahkan, kalau sudah ada permohonan KKPR itu, tentu tim dari Bidang Tata Ruang akan turun ke lokasi untuk memastikan titik koordinat lokasi yang dimaksud. Dari titik koordinat tersebut, baru pihaknya bisa memastikan melalui aplikasi dan peta dari BIG dan Kementerian ATR. Selain itu, juga dari RTRW, untuk memastikan kesesuaian dan kawasan apa pada lokasi itu.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, I Gede Sudiarkajaya, menambahkan saat dicek di awal, NIB KBLI pelaku usaha ini awalnya tidak ada tercantum usahanya berlokasi di Klungkung. Dalam perkembangan terbaru, setelah dicek kembali pada OSS per Rabu (11/6) sekitar pukul 15.00 WITA, pada KBLI pelaku usaha ini, sudah ditambahkan dan muncul sejumlah lokasi usaha di Klungkung, salah satunya usaha Bumi Perkemahan Pesinggahan Karavan dan Taman Karavan.
Artinya, Sudiarkajaya menegaskan pelaku usaha ini sekarang sudah mendaftarkan usahanya yang ada di Klungkung. Karena masuk dalam kategori risiko rendah, Persetujuan KKPR bisa terbit otomatis pada sistem.
Persetujuan tata ruangnya memang bisa terbit otomatis di sistem, tetapi persetujuan itu harus dibawa pelaku usaha ke Dinas PUPRPKP. Dia harus melapor ke Dinas PUPRPKP untuk mendapatkan acc atau persetujuan kembali dari Dinas PUPRPKP.
“Saya sudah konfirmasi ke Dinas PUPR, yang bersangkutan belum melapor ke PUPR. Jadinya Persetujuan KKPR pelaku usaha ini belum divalidasi, sehingga belum resmi,” katanya.
Apalagi, seperti yang diketahui, pelaku usaha ini sudah melakukan aktivitas pembangunan di lokasi, semestinya itu menurut dia tidak boleh. Itu sudah melanggar ketentuan. Karena proses perizinan harus tuntas terlebih dahulu, sebelum melakukan aktivitas pembangunan.
Tidak hanya itu, PBG (Persetujuan Bangunan dan Gedung) saja juga belum diajukan. PBG inilah nantinya dimasukkan ke sistem SIMBG, sehingga nanti diverifikasi oleh Dinas PUPRPKP, apakah sesuai dengan peruntukan tata ruangnya dan bangunannya. Setelah lolos semuanya, baru ada informasi penagihan retribusinya.
“Kalau investor nantinya sudah bayar retribusinya, itu ditransfer ke kasda, baru nanti bisa terbit PBG, kalau memang diperbolehkan berlanjut usahanya. Kalau dalam proses pengajuan PBG itu misalnya tidak sesuai dengan peruntukan tata ruang, atau melanggar radius kesucian pura, maka akan ditolak otomatis,” paparnya.
Jadi, menurut Sudiarkajaya, NIB yang dia tambahkan pada lokasi Desa Pesinggahan, bukan akhir proses perizinan. Sehingga, sesungguhnya pelaku usaha ini seharusnya belum bisa melaksanakan pembangunan.
Karena baru dapat nomor registrasi yang didapat dari KBLI-nya. Sementara, peruntukan tata ruangnya lebih dulu harus disesuaikan. Harus cocok dengan tata ruang daerah. “Sederhananya, dia baru daftar usahanya. Yang lainnya belum diproses dalam tahap perizinan usahanya ini,” tegasnya. (bagiarta/balipost)