Prosesi ngerebeg di Pura Duur Bingin, Desa Tegallalang, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar, diikuti para pemuda yang memakai masker, Kamis (22/10/2020). (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bali tidak pernah kehabisan cara dalam mengekspresikan nilai spiritual dan hubungan manusia dengan alam.

Salah satu bentuknya adalah Tradisi Ngerebeg, ritual sakral yang digelar rutin di Desa Adat Tegallalang, Gianyar. Berikut sejumlah fakta terkait tradisi sakral ini disarikan dari berbagai sumber:

1. Ritual Sakral Sejak Abad ke-13

Tradisi Ngerebeg diperkirakan telah berlangsung sejak abad ke-13, pada masa kepemimpinan Tjokorda Ketut Segara. Ritual ini menjadi simbol pengusiran energi negatif dari desa sekaligus bentuk komunikasi spiritual dengan entitas gaib.

Baca juga:  Gerak Jalan Inovasi Tarik Perhatian Wisatawan

2. Dilaksanakan Setiap 210 Hari Sekali

Upacara ini digelar setiap Buda Kliwon Pahang dalam kalender Bali—sekitar 210 hari sekali—sehari sebelum piodalandi Pura Duur Bingin. Waktu ini dianggap paling suci untuk membersihkan lingkungan dari pengaruh buruk.

3. Peserta Berpenampilan Mistis dan Menyeramkan

Warga, termasuk anak-anak, menghias tubuh mereka dengan cat putih, merah, atau hitam, mengenakan pakaian compang-camping atau daun, serta berpenampilan menyeramkan menyerupai roh-roh halus. Ini melambangkan “wong samar” atau makhluk tak kasat mata.

Baca juga:  Kapolda Bali Kumpulkan Pecalang

4. Mengusir Sifat Negatif dalam Diri

Ngerebeg bukan sekadar ritual fisik, tapi juga bentuk introspeksi spiritual. Tujuan utamanya adalah membersihkan sifat buruk manusia seperti tamak, marah, dan iri hati—yang dikenal dalam ajaran Hindu sebagai Sad Ripu.

5. Warisan Budaya Tak Benda Indonesia

Pada Desember 2021, Tradisi Ngerebeg resmi tercatat sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia oleh Kemendikbudristek. Ini memperkuat statusnya sebagai salah satu tradisi penting yang wajib dilestarikan.

Baca juga:  Masyarakat Banjar Sampalan Gelar Ritual Ngadegang

6. Arak-Arakan Mengelilingi Desa

Para peserta diarak mengelilingi desa sambil membawa atribut simbolik seperti penjor kecil dan umbul-umbul. Ritual ini diyakini mampu menetralkan energi negatif yang mungkin masih tersisa di sekeliling desa. (Pande Paron/balipost)

 

BAGIKAN