
DENPASAR, BALIPOST.com – Mengatasi masalah sampah tidak saja menjadi tugas pemerintah. Ada sejumlah hambatan mengurai masalah sampah di Bali. Pertama, metode membuang sampah yang keliru hingga sulitnya mengurangi pemakaian sampah plastik sekali pakai di pasar tradisional.
Duta Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber Palemahan Kedas (PSBS Padas), Ny. Putri Suastini Koster mengajak masyarakat mengubah pola pikir dari metode membuang sampah menjadi mengelola sampah.
Tiga langkah efektif yang ditawarkan dalam PSBS adalah tong edan untuk mengolah sampah dapur (organik dan residu makanan), pembuatan teba modern untuk penanganan sampah organik di halaman rumah, dan pengoptimalan TPS3R untuk mengolah sampah anorganik dengan konsep 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle).
Ketua TP PKK Provinsi Bali ini mengatakan bahwa selama ini ada pola keliru dalam penanganan sampah di daerah Bali. Konsep keliru itu adalah membuang, sehingga muncul gunungan sampah pada satu tempat. Salah satu contohnya adalah TPA Suwung. Pola keliru itu kemudian menimbulkan persoalan serius, yaitu makin tingginya gunungan sampah di TPA Suwung yang sewaktu-waktu siap meledak. Jika dibiarkan, ini akan menjadi musibah bagi Suwung, lingkungan sekitarnya, dan juga sektor pariwisata.
Putri mengatakan agar tak muncul Suwung berikutnya, kekeliruan ini mesti segera perbaiki bersama-sama. “Bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi semua pihak sebagai penghasil sampah. Produksi sampah itu ada di lingkup rumah tangga, pasar, sekolah, mal, toko, perkantoran, tempat suci, dan fasilitas publik lainnya,” ujar istri Gubernur Bali Wayan Koster ini, Rabu (21/5).
Beranjak dari peliknya persoalan sampah yang banyak menuai sorotan, Putri Koster menyampaikan bahwa Gubernur Bali telah mengeluarkan sejumlah regulasi. Yaitu, Pergub Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai; Pergub Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber; dan yang terakhir adalah Gerakan Bali Bersih Sampah sebagaimana tertuang dalam SE Nomor 9 Tahun 2025.
Secara spesifik, Pergub Bali Nomor 47 Tahun 2019 didukung oleh Keputusan Gubernur Bali Nomor 381/03-P/HK/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan dan Desa Adat. “Artinya, sudah disiapkan regulasi yang begitu lengkap mulai dari tingkat provinsi hingga desa, kelurahan, dan desa adat sebagai ujung tombaknya,” ungkapnya.
Lantas, banyak muncul pertanyaan kenapa regulasi yang mengatur pengelolaan sampah berbasis sumber terkesan tidak berjalan. “Idealnya, Pergub itu ditindaklanjuti oleh bupati/wali kota dengan mengeluarkan peraturan yang mempertegas hingga turun sampai ke tingkat desa, kelurahan, dan desa adat,” tandasnya.
Ny. Putri Koster melanjutkan, perbekel, lurah, dan bendesa adat bisa mencontoh sejumlah desa yang telah berhasil dalam penanganan sampah di wilayah mereka. “Ada Desa Punggul yang sukses mengembangkan tong edan. Kemudian, Desa Cemenggoan bisa kita contoh teba modernnya,” sebutnya.
Jika program PSBS bisa dilaksanakan dengan optimal, beban TPA Suwung akan bisa dikurangi. Menurut rencana, mulai Agustus 2025 mendatang TPA ini tidak lagi menerima limpahan sampah organik yang diharapkan sudah terkelola tuntas di sumbernya.
Memanfaatkan sisa waktu dua bulan, ia mengajak perbekel, lurah, dan bendesa adat untuk kreatif membuat pola yang sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing.
Sementara itu, Kadisperindag Bali I Gusti Ngurah Wiryanata, menyampaikan bahwa tantangan dalam implementasi program pengurangan timbulan sampah plastik sekali pakai di pasar tradisional lebih berat dibandingkan mal atau toko modern. “Di pasar tradisional, belum 100 persen bisa kita bersihkan. Tapi kita akan terus dorong sehingga perlahan-lahan menemukan pola yang pas,” ungkapnya.
Dalam waktu dekat, pihaknya berencana mengumpulkan pengelola pasar untuk menyosialisasikan program pengurangan penggunaan sampah plastik sekali pakai. (Ketut Winata/balipost)