Teh ternyata tidak hanya menjadi minuman sehari-hari, namun juga dapat diolah menjadi cocktail dan mocktail. (BP/par)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Meski teh telah menjadi bagian dari konsumsi harian masyarakat Indonesia, keberadaannya di pasar lokal, khususnya di Bali, masih belum mendapat tempat yang semestinya. Teh-teh impor masih mendominasi hotel, restoran, hingga kafe-kafe, seakan menutupi potensi besar teh lokal yang sesungguhnya kaya akan cita rasa dan keberagaman.

Hal itu terungkap dalam International Tea Day yang berlangsung di The Mulia Resort & Villas Nusa Dua, Bali, Rabu (21/5).

Ketua DPP Indonesian Food & Beverage Executive Association (IFBEC) Bali, Ketut Darmayasa, mengungkapkan keprihatinannya atas rendahnya pamor teh lokal di kalangan pelaku industri hospitality. “Kalau dilihat dari sisi potensi, teh lokal kita sebenarnya luar biasa. Teh tidak hanya diseduh, tapi bisa dikreasikan dalam bentuk cocktail, mocktail, hingga minuman welcome drink yang dikombinasikan dengan buah dan sirup,” jelasnya.

Baca juga:  Khawatir Muncul Gelombang Kedua COVID-19, Seoul Perintahkan Penutupan Bar dan Klub Malam 

Ia menambahkan, banyak hotel di Bali sejatinya sudah mulai menggunakan teh lokal dalam berbagai olahan, namun pemakaian itu masih sangat tergantung pada brand dan kebijakan masing-masing hotel.

“Biasanya, kalau hotel-hotel internasional yang sudah punya standar dari pusat, mereka cenderung masih menggunakan teh impor. Padahal, dari segi kualitas, teh lokal tidak kalah,” ujarnya.

Indonesia sendiri menempati peringkat keenam sebagai produsen teh terbesar di dunia. Namun ironisnya, produk teh dalam negeri belum sepenuhnya diakui dan dihargai oleh konsumen lokal.

Baca juga:  Kios Tiket “Online” di Pintu Masuk Pelabuhan Gilimanuk Pindah ke Terminal Kargo

Hal ini diperparah oleh rendahnya daya dorong dari sisi branding dan promosi produk lokal yang masih lemah dibandingkan dengan produk luar negeri. “Dengan adanya undang-undang produk lokal, perlu keberpihakan terhadap produk dalam negeri,” katanya.

Head Manager Savis Tea, Novi juga mengakui, meski Indonesia merupakan produsen teh terbesar keenam di dunia, ironi terjadi ketika pasar lokal dan mancanegara lebih mengenal teh impor sebagai produk premium.

“Padahal, potensi teh Indonesia sangat besar. Hanya saja tantangannya adalah mengedukasi pasar agar memahami bahwa teh lokal pun memiliki kualitas premium yang tidak kalah,” ujarnya.

Dikatakan, pihaknya telah mengolah teh lokal menjadi lebih dari 50 varian. Bahkan, kkonsisten merilis varian baru setiap tiga bulan untuk menyesuaikan tren serta musim. “Kami punya konsep seasonal tea seperti Spring, Summer, hingga Winter blend. Kami sesuaikan dengan kondisi cuaca dan selera pasar saat itu,” tambahnya.

Baca juga:  Soal Karyawan PDNKK 3 Bulan Belum Terima Gaji, Ini Tanggapan Bupati Suwirta

Pihaknya terinspirasi dari delapan destinasi ikonik di Pulau Dewata seperti Lovina Lagoon, Sanur Paradise, Exotic Kintamani hingga Secret Uluwatu. Masing-masing teh dicampur dengan bahan alami khas daerah tersebut, seperti bunga telang, serai, lavender, dan melati, menciptakan pengalaman minum teh yang tak hanya menyegarkan tapi juga membangkitkan kenangan akan keindahan Bali.

Produk ini diharapkan menjadi oleh-oleh khas Bali yang berkelas bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. (Parwata/balipost)

BAGIKAN