Oknum penari jogeg bumbung jaruh saat diperiksa Satpol PP Bali, Senin (19/5). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Masih ingat kasus joged jaruh sempat ngetren tahun lalu. Kini penari joged bumbung jaruh kembali terjadi dan heboh di media sosial. Kejadian ini pun dikhawatirkan akan merusak moral generasi penerus Bali, apalagi juga ditonton oleh anak-anak.

Ternyata, penari joged ini berinisial Agus yang akrab disapa Gek Wik asal Denpasar.

Gek Wik meminta maaf kepada seluruh masyarakat atas kembali viralnya videonya itu. “Itu sudah setahun yang lalu, tahun 2024 di Jimbaran. Jadi Gek Wik agak lebih tenang karena kejadian sudah lama, dan di sini Gek Wik dipanggil untuk dapat pembinaan,” ujarnya di Kantor Satpol PP Bali di Denpasar, Senin (19/5).

Satuan penegak Perda/Perkada ini memanggil oknum penari tersebut untuk klarifikasi, dan meminta agar adegan itu tidak diulangi kembali.

Baca juga:  Satpol PP Bali Sidak Penerapan Pergub, Ini Regulasi yang Paling Banyak Belum Dilaksanakan Perusahaan

Gek Wik mengatakan pada waktu itu dirinya menari mengikuti permintaan dari yang mengundang. Namun demikian, ia berjanji tidak akan mengulanginya kembali.

Kasatpol PP Provinsi Bali, Dewa Nyoman Rai Dharmadi mengungkapkan, melalui pemanggilan dan pembinaan ini ke depannya tidak ada lagi yang melakukan pelanggaran menari jaruh. “Saya kira itu bukan tari joged. Masak ada joged menari seperti itu, pakaiannya menggunakan penari joged,” ungkapnya.

Ditegaskan, jika Gek Wik kembali menari seperti itu tidak sesuai pakem, maka akan ditindak tegas dengan ancaman denda Rp25 juta hingga hukuman kurungan penjara. “Kami belum sampai ke sana, tapi pembinaan. Mudah-mudahan ke depan tidak ada hal-hal seperti ini. Kalau ada, kami akan tindaklanjuti proses hukum,” tegasnya.

Baca juga:  Bisa Ganggu Pembangunan, Wagub Bali Beri Sinyal Ini Soal Tak Pungut PHR 6 Bulan

Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Provinsi Bali, IGAK Kartika Jaya Seputra menambahkan, sebagai orang Bali jangan sampai merusak budaya Bali. Kalau menari Bali harus sesuai pakem. Jangan sampai ada krama atau orang Bali asli yang merusak seni, tradisi, ada, dan budaya Bali.

Pihaknya pun meminta desa adat ikut mengantisipasi munculnya kegiatan yang menghadirkan joged bumbung erotis.

“Desa adat dari dulu saya sudah sampaikan untuk ikut menjaga melestarikan adat, tradisi, seni, budaya, termasuk sanggar-sanggar seni yang ada di wilayah untuk terus membina warganya supaya berkelakuan baik, beretika, menjaga tata krama, dan sopan santun,” katanya.

Dinas PMA Bali menyayangkan jika desa adat tidak aktif dapat membuat seni dan budaya yang sejatinya baik terdegradasi oleh tindakan asusila.

Baca juga:  Dua Bulan Jalani Pembatasan Karena COVID-19, Pelonggaran Aktivitas Harus Perhatikan Ini

Menurut Kartika yang dapat dilakukan desa adat adalah membuat pararem atau aturan yang disepakati mengenai tarian dan kegiatan lainnya sesuai kebutuhan.

“Banyak sekali pararem-pararem yang sedang disusun sebagai satu pemerintahan desa adat, tentu ini menjadi fokus kami dengan para penglingsir, bendesa adat dan majelis desa adat, untuk membina warganya dalam menjaga adat, tradisi, seni, budaya, dan kearifan lokal kita,” ungkapnya.

Terkait khusus tarian joged bumbung, Dinas PMA Bali juga mengingatkan bahwa yang diatur tidak hanya tarian dan penarinya, namun juga masyarakat adat sendiri sebagai pengupah yang memanggil penari untuk tampil. Ia mengakui tak jarang tarian erotis muncul dari permintaan penonton, dan hal ini juga dapat diatur dalam pararem desa adat. (Ketut Winata/balipost)

 

BAGIKAN