
DENPASAR, BALIPOST.com – Kemacetan di Bali, khususnya Denpasar semakin menjadi masalah serius. Jika tak diatasi, maka hal ini akan berdampak luas terhadap ekonomi daerah. Salah satu yang bisa dilakukan adalah membuat regulasi ketat terhadap pembelian mobil bekas dari luar daerah, Bali.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Undiknas Denpasar Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana, S.E., M.M., Minggu (2/ 3) mengatakan, regulasi ketat perlu diterapkan terhadap pembelian mobil bekas dari luar daerah, dengan pembatasan mutasi kendaraan untuk menghindari lonjakan jumlah kendaraan yang tidak terkendali.
Pemerintah bisa mewajibkan kendaraan luar daerah untuk mendaftar ulang di Samsat Bali setelah tiga bulan, sehingga setiap kendaraan yang beroperasi di Bali terdaftar secara resmi dan memberikan kontribusi pajak bagi daerah.
Solusi lain mengatasi kemacetan di Denpasar menurut Prof. Raka Suardana dapat dilakukan. Salah satunya pembangunan infrastruktur terutama dengan membangun underpass di persimpangan padat seperti Simpang Jimbaran dan Simpang Sanggaran. Langkah itu diperkirakan dapat memperlancar arus lalu lintas tanpa harus menambah jumlah jalan yang terbatas oleh ruang pembangunan.
Sebagai pusat pariwisata dan bisnis, Kota Denpasar mengalami peningkatan jumlah kendaraan yang tidak diimbangi dengan perkembangan infrastruktur jalan yang memadai. Data menunjukkan pertumbuhan kendaraan bermotor sekitar 5 persen per tahun, sedangkan kapasitas jalan tetap terbatas.
Akibatnya, waktu tempuh perjalanan meningkat hingga 50 persen, yang berimplikasi pada ketidakefisienan tenaga kerja, terhambatnya distribusi barang, serta kenyamanan wisatawan.
Raka mengatakan kemacetan ini menyebabkan peningkatan biaya operasional di berbagai sektor, terutama pariwisata dan perdagangan yang menjadi tulang punggung ekonomi Bali. Sektor pariwisata sangat terdampak oleh kondisi lalu lintas yang macet.
“Wisatawan yang menghabiskan terlalu banyak waktu di jalan akan mengurangi aktivitas mereka, yang berakibat pada penurunan belanja di restoran, pusat perbelanjaan, dan objek wisata. Hotel-hotel juga mengalami dampak negatif karena wisatawan lebih memilih daerah dengan akses yang lebih mudah,” ujarnya.
Kemacetan juga berdampak pada transportasi logistik yang mana keterlambatan distribusi barang meningkatkan biaya operasional bagi bisnis, termasuk restoran dan usaha kecil yang bergantung pada pasokan bahan baku harian. Untuk mengatasi permasalahan ini, berbagai kebijakan dapat diterapkan, yang mungkin ada beberapa diantaranya akan ditentang karena akan merugikan mereka yang terkena dampaknya.
Seperti penerapan sistem ganjil-genap pada waktu dan lokasi tertentu untuk mengurangi kepadatan kendaraan di jam sibuk. Kemudian penerapan sistem three in one dapat mendorong penggunaan kendaraan bersama sehingga jumlah mobil pribadi di jalan-jalan tertentu dapat berkurang. Langkah ini telah berhasil diterapkan di kota-kota besar lain dan mungkin dapat menjadi solusi bagi Denpasar dan Bali.
Selain itu, pengenaan pajak tinggi pada kendaraan berusia lebih dari 10 tahun (motor) dan 15 tahun (mobil) dapat menjadi langkah efektif dalam mengurangi jumlah kendaraan tua yang kurang efisien dan berkontribusi pada polusi. Regulasi ketat juga perlu diterapkan terhadap pembelian mobil bekas dari luar daerah, dengan pembatasan mutasi kendaraan untuk menghindari lonjakan jumlah kendaraan yang tidak terkendali.
Selain itu, investasi dalam kendaraan umum yang nyaman dan bertarif murah melalui subsidi pemerintah perlu dilakukan secara serius. Dengan tersedianya transportasi umum yang efisien, masyarakat dan wisatawan akan lebih tertarik menggunakannya dibandingkan kendaraan pribadi. Jika tidak ada langkah konkret dalam mengatasi kemacetan, dampaknya akan semakin besar terhadap ekonomi.
Daya tarik wisata akan menurun, produktivitas bisnis terhambat, dan biaya hidup semakin meningkat akibat inflasi yang dipicu oleh kenaikan biaya transportasi. Oleh karena itu, koordinasi antara pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan sistem transportasi yang lebih baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Bali Selatan. (Citta Maya/balipost)