GIANYAR, BALIPOST.com – Produksi batu bata di Desa Tulikup, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar hingga kini masih eksis. Hal ini seiring pembangunan di Bali masih menggunakan batu bata merah khususnya bangunan stil Bali, bangunan palinggih Pura, pembangunan vila dan bangunan lainnya. Batu-batu yang memiliki estetika seni tinggi ini selain digunakan bangunan di Bali, juga disukai di luar Bali bahkan dikirim ke luar negeri.

Namun demikian kendala yang dihadapi yakni semakin menipis persediaan bahan baku tanah merah. Hingga kini masih bertahan sekitar 600 pengerajin batu bata di Desa Tulikup.

Perbekel Desa Tulikup, Made Ardika ditemui mengatakan produksi atau kerajinan batu bata Desa Tulikup sudah berlangsung sejak lama bahkan turun temurun. Batu bata Desa Tulikup terkenal di seluruh Bali karena kualitasnya bagus untuk bangunan stil Bali, pembangunan palinggih pura, vila dan bangunan lainnya. Bahkan untuk bangunan stil Bali masing-masing rumah menggunakan batu bata merah produksi Desa Tulikup.

Baca juga:  Benarkah Introvert Lebih Hemat Dibanding Ekstrovert?

Dikatakan, batu bata Desa Tulikup sangat terkenal karena kualitas dan mutunya dibanding batu bata lainnya. Pengerajin Desa Tulikup sangat mengutamakan kualitas produksi baik dari segi bahan baku tanah, cara mengerjakan dan cara membakarnya sehingga menghasilkan kualitas batu bata yang bagus. Bahan batu bata paling banyak menggunakan tanah merah, sedikit tanah liat dicampur sedikit arang kayu.

Disinggung soal bahan baku, Perbekel Ardika mengaku belakangan ini ketersedian bahan batu semakin menipis. Sehingga guna memenuhi bahan baku untuk mencampur jenis tanah yang sama didatangkan dari Kermas, Blahbatuh dan Banjarangkan, Klungkung. Ditanya soal kelas atau kualitas batu bata? Perbekel Ardika menjelaskan ada beberapa kelas yakni kelas satu atau super dengan ukuran ayakan 10.10; ayakan 8.8 dan ayakan 6.6. Bata jenis ini biasanya untuk bangunan stil Bali, bangunan palinggih. Harganya antara Rp3 juta hingga Rp6 juta per seribu, tergantung besar kecil ayakan.

Baca juga:  Desa Petiga Andalkan Agropolitan untuk Sejahterakan Masyarakat

Ada bata kualitas coklat. Batu bata coklat harganya tergantung permintaan dan stok barang. Sebab bata jenis coklat tidak bisa dibentuk atau dibuat, namun warnanya alami karena proses saat pembakaran. Sehingga harganya bisa lebih mahal dari batu bata super.  Batu bata kelas dua. Biasanya untuk bangunan stik dan pasangan dan harganya kisaran Rp2 juta per seribu.

Perbekel Ardika menjelaskan untuk proses pembuatan batu bata dari bahan baku tanah hingga menjadi batu bata siap jual, memerlukan banyak proses dan memerlukan waktu sangat panjang. Produksi batu bata juga tergantung cuaca. Sebab memerlukan sinar matahari.

Baca juga:  Desa Adat Darmasaba Ngodak dan Melaspas Petapakan Ida Bhatara

“Usaha produksi batu bata di Desa Tulikup sudah berlangsung sejak lama secara turun temurun. Batu bata Desa Tulikup sangat terkenal karena kualitasnya,” kata Perbekel Desa Tulikup.

Batu bata produksi Desa Tulikup selain laris terjual di Bali, namun juga sering diminta dan dikirim ke luar Bali seperti Lampung, Sulawesi, Batam, Jakarta dan sejumlah daerah  di Jawa. Batu bata produksi Desa Tulikup juga pernah dikirim keluar negeri yakni ke Negara Belgia dan Yunani.  Hingga saat ini tercatat sekitar 600 pengerajin batu bata di Desa Tulikup. (Agung Yuliantara/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *