Kuasa hukum Prajuru Adat Jasan, I Nyoman Putra Selamet. (BP/Istimewa)

GIANYAR, BALIPOST.com – Majelis Hakim PN Gianyar memutuskan tak dapat menerima gugatan Anak Agung Alit Atmaja terhadap Desa Adat Jasan. Putusan terkait perkara No. 89/Pdt.G/2023/PN Gin ini dikeluarkan 30 Oktober 2023 oleh majelis hakim yang dipimpin Ketua Majelis, Sonny Alfian Blegoer Laoemoery, SH dengan anggota masing-masing Dr. I Nyoman Dipa Rudiana, SE., SH., MH dan I Made Wiguna, SH., MH.

Humas PN Gianyar, Erwin Harlond Palyama diminta konfirmasinya Selasa (31/10) membenarkan soal putusan ini. Ia mengatakan mengacu pada putusan majelis dalam pokok perkara, gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet Onvantkelijke Verklaard). Kedua menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara.

Baca juga:  Karena Ini, Unjuk Rasa Warga Nusa Penida Soal Kasus AWK Ditunda

Pertimbangan Majelis Hakim yang mengabulkan Eksepsi dari Para Tergugat adalah yang sepatutnya dijadikan pihak dalam perkara ini adalah pihak yang secara nyata menguasai dan menghasili objek sengketa yaitu Desa Adat Jasan. Ini sebagaimana diatur di dalam ketentuan Pasal 5 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali yang menempatkan desa adat berstatus sebagai subyek hukum dalam sistem pemerintahan Provinsi Bali.

Baca juga:  Pedagang di Pasar Galiran Sulit Diatur, Polisi Turun Tangan

Gugatan perdata ini berawal dari upaya salah satu krama setempat terkait persoalan tanah seluas 26 are yang kini berupa tegalan dan sawah. Kuasa penggugat I Gede Sukerta saat itu menyampaikan menggugat bendesa, kelian adat dan kepala desa.

Disebutkan, tanah yang menjadi objek sengketa ini dibeli oleh orangtuanya pada I Wayan Gobyah yang juga krama Desa Adat Jasan. Terkait ini, Agung Atmaja menegaskan pihaknya memiliki akta jual-beli. “Saya punya akta jual beli tahun 1957,” ujarnya.

Baca juga:  Untuk Kedua Kalinya, PN Gianyar Ditutup Sementara Karena COVID-19

Sementara itu, Kuasa hukum Prajuru Adat Jasan, I Nyoman Putra Selamet menjelaskan semua tanah yang ada di wilayah setempat merupakan milik desa adat. Krama atau warga hanya ‘ngayahin’ atau mengelola sesuai aturan awig-awig. Dikarenakan penggugat dinilai melanggar awig-awig, dalam hal ini tidak aktif dalam medesa adat, tanah tersebut diambil kembali. (Wirnaya/balipost)

BAGIKAN