Ir. Dharma Gusti Putra Agung Kresna. (BP/Istimewa)

Oleh Agung Kresna

Kondisi dunia saat ini telah berubah secara sangat luar biasa akibat pandemi COVID-19 yang berlanjut dengan krisis akibat perang Rusia-Ukraina. Terjadi perubahan lanskap dunia akibat konflik geopolitik yang berisiko memicu krisis pangan, energi, dan finansial global. Ketidakpastian semakin menjadi sehingga bak diperlukan solusi ala Abu Nawas.

Pemulihan kehidupan sosial-ekonomi-budaya secara komprehensif, perlu dilakukan dengan kebijakan di luar pakem yang ada selama ini. Pandemi Covid-19 telah mengajarkan diperlukannya konsolidasi dari pusat sampai daerah hingga tingkat Rukun Tetangga (RT) atau Dasa Wisma; konsolidasi dari atas sampai bawah. Perubahan yang sangat luar biasa dan tidak normal tidak bisa diselesaikan dengan menggunakan pola pikir yang standar seperti biasanya.

Mengatasi keadaaan yang sangat tidak normal ini membutuhkan pemikiran ala Abu Nawas yang agak melompat-lompat. Diperlukan cara berpikir lateral yang tidak struktural. Atau yang sering kita kenal sebagai pola pikir out of the box Penyelesaiannya juga tidak cukup dengan skala makro plus mikro saja.

Baca juga:  Mengkritisi Abrasi di Bali

Namun harus dengan cara makro, mikro, dan serba detail. Abu Nawas adalah tokoh dalam cerita 1001 malam, yang dikenal sangat cerdik dan bijak dalam
menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya. Bahkan pihak kerajaan yang dipimpin raja Harun Al Rasyid yang dikenal bijak, sering meminta pendapat dari Abu Nawas.

Dikisahkan raja Harun Al Rasyid, kembali menguji kecerdikan Abu Nawas. Karena kesalahan yang dilakukan Abu Nawas, sang raja memberi pilihan hukuman mati atau bebas/hidup, melalui undian dalam dua gulungan kertas bertuliskan kata “hidup” dan “mati”.

Namun raja menuliskan “mati” pada kedua gulungan kertas undian. Abu Nawas pun mengambil satu gulungan undian dan menelannya. Kemudian menyuruh membuka gulungan undian tersisa, dengan logika jika tertulis “mati”, maka yang diambilnya adalah “hidup”.
Selamatlah Abunawas karena kecerdikannya.

Baca juga:  Perlindungan Pekerja Pariwisata

Cara berpikir lateral dikenalkan oleh Edward de Bono
–seorang psikolog yang berasal dari Malta- melalui
bukunya The Use of Lateral Thinking (1967). Dikatakannya bahwa manusia memiliki pola berpikir
vertikal (berpikir secara bertahap dan berurutan), dan pola berpikir lateral (serba mencari alternatif peny-
elesaian secara kreatif dari berbagai sudut pandang yang berbeda).

Kondisi geopolitik yang tidak jelas telah membuat semua negara di dunia bagai diuji. Melalui instrumen fiskal dan instrumen moneter kadang masih tidak mampu guna mengatasi kondisi yang terjadi. Situasinya
serba anomali. Dibutuhkan pemikiran dan upaya ekstra dalam menghadapi ekonomi dunia saat ini.

Seharusnya di saat sejumlah negara maju mengalami resesi, permintaan terhadap minyak mentah dunia akan turun dan harganya turut turun. Namun nyatanya harga minyak mentah dunia justru sempat melambung hingga di level 126 dolar US per barelnya. Situasi perdagangan dunia mengalami hal-hal yang serba anomali.

Baca juga:  ”Kenceng’’: Romantisme Kampus dan Kegagalan Manusia

Saat ini, khususnya di Bali, masih banyak sektor ekonomi yang belum bangkit dari imbas pandemi Covid-19. Perlu diciptakan kebijakan ala Abu Nawas yang terintegrasi, utamanya dalam inovasi UKM Bali berdasar budaya Bali. Hal ini dimaksudkan untuk menghubungkan antar sektor yang terkait, guna penciptaan pasar ekonomi berkebudayaan yang lebih besar.

Pekerjaan rumah terbesar di Bali saat ini adalah menaikkan kelas UKM Bali menjadi usaha berskala besar, tanpa menghilangkan identitas budaya Balinya. Hal ini bisa dilakukan melalui upaya membuka peluang
kemitraan dan investasi bagi UKM, agar masuk dalam rantai pasok domestik/ekspor secara global. Namun harus menggunakan pola berpikir secara lateral.

Penulis Arsitek, Senior Researcher pada Centre of Culture & Urban Studies (CoCUS) Bali, tinggal di Denpasar

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *