Suasana matatah massal yang digelar Banjar Adat Abiantimbul beberapa waktu lalu. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bali yang terkenal dengan adat dan budayanya yang dilaksanakan oleh krama adat, menjadi salah satu keunggulan dalam upaya pelestarian kebudayaan itu sendiri. Terlebih, kini Pemerintah Provinsi Bali dengan visi misi Nangun Sat Kerthi Loka Bali juga berkomitmen dalam menjaga kelestarian adat dan budaya yang ada.

Karena itu, dalam program kerjanya, Gubernur Bali Wayan Koster sangat konsen dengan kegiatan adat serta kelembagaannya. Bahkan, komitmen itu juga direalisasikan melalui regulasi yang jelas untuk mendukung pelestarian adat dan budaya di Bali.

Sejalan dengan itu, kini krama banjar dan desa adat di Bali juga semakin bersemangat untuk melaksanakan upacara agama yang menyatu dengan adat dan budaya Bali. Seperti yang kini banyak digelar di sejumlah desa adat, yakni upacara keagamaan secara massal. Pelaksanaan ini dilakukan untuk memberikan keringanan biaya bagi para krama yang melaksanakan upacara. Hal ini pula yang dilakukan jajaran krama Banjar Adat Abiantimbul, Desa Pemecutan Kelod beberapa waktu lalu. Krama setempat menggelar upacara matatah massal.

Baca juga:  Pinang Perempuan ke Desa Adat Seraya Mesti Siapkan “Banten Mapekandal”

Upacara itu dilakukan pada Rahina Redite Warigadean, Minggu (9/7) lalu.  Upacara matatah massal ini merupakan yang kedua kalinya di Banjar Abiantimbul. Terlihat sejak pagi ratusan warga sudah tampak memadati areal Bale Peyadnyan untuk mengikuti prosesi upacara matatah atau mapandes massal. Prosesi upacara mapandes massal ini ada yang menarik perhatian masyarakat, yakni melibatkan 6 sangging yang akan bertugas manatah (mengasah gigi para peserta). Salah satunya, yakni Wali Kota Denpasar, IGN. Jaya Negara.

Baca juga:  Banjar Adat Sapta Bumi Gelar Pujawali Agung Rp1.000.000

Prawartaka Karya, Nyoman Kenyem Subagia mengatakan, kegiatan matatah massal ini terlaksana sudah untuk kedua kalinya diadakan oleh Banjar Abiantimbul. Yang pertama sudah diadakan pada tahun 2019 lalu. “Untuk kali ini diikuti 47 orang peserta dengan 6 sangging, dimana yang ikut adalah warga wed/asli desa setempat yang nantinya akan terus kami adakan secara rutin setiap 3 tahun sekali,” ungkapnya.

Lebih lanjut dikatakannya, kegiatan ini merupakan sebuah program dari Desa Pemecutan Kelod. Program ini bertujuan untuk membantu dan meringankan beban warga sehingga dapat menekan pengeluaran masyarakat dalam melaksanakan yadnya, dikarenakan semua rangkaian kegiatan ini tidak dipungut biaya.

Baca juga:  Januari Hingga April, 1.038 Warga Gianyar Terjangkit DB

Di sela-sela upacara tersebut Wali Kota Denpasar, IGN Jaya Negara mengatakan, upacara potong gigi di Bali merupakan bagian dari manusa yadnya. Ini merupakan konsep siklus hidup dari bayi di dalam kandungan, lahir, hingga perkawinan. Manusa Yadnya merupakan filosofi untuk memanusiakan manusia.

Upacara potong gigi di Bali dilakukan bukan tanpa makna. Potong gigi ini bermakna menemukan hakikat manusia dan terlepas dari Sad Ripu. Sad Ripu adalah enam jenis musuh manusia yang timbul akibat perbuatan yang tidak baik. Dan budaya potong gigi ini dilakukan sebagai doa dan ritual untuk membangkitkan kekuatan spiritual dalam melawan keenam musuh tersebut. (Asmara Putera/balipost)

BAGIKAN