Kepala Divisi Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Bali Baron Ichsan (kiri) memberikan keterangan pers. (BP/Dokumen Antara)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Tudingan seorang warga negara asing (WNA) asal Australia dipalak sebesar 1.500 dolar Australia atau sekitar Rp15,2 juta saat proses imigrasi di Bandara Ngurah Rai, Bali, membuat jajaran Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Bali melakukan investigasi. Hal ini disampaikan Kepala Divisi Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Bali, Baron Ichsan di Kantor Imigrasi Ngurah Rai, Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali, dikutip dari Kantor Berita Antara, Rabu (12/7).

“Pernyataan yang bersangkutan di media Australia untuk sementara ini dinyatakan tidak bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.

Menurut dia, tudingan itu tak bisa dipertanggungjawabkan karena pihaknya sudah berusaha menghubungi WNA Australia, Monique Louise Shuterland dan ibunya. Baik melalui media sosial, surat elektronik dan pesan berbasis aplikasi, WhatsApp namun tidak ada jawaban.

Pihaknya mendapatkan nomor telepon dan alamat surat elektronik WNA itu setelah melakukan penelusuran ke tempat mereka menginap selama berlibur di Bali.

Upaya itu dilakukan untuk mendengarkan keterangan langsung WNA itu termasuk melampirkan bukti-bukti terkait tudingan pemalakan 1.500 dolar Australia (kurs Rp10.168) saat pemeriksaan Imigrasi ketika tiba di Terminal Kedatangan Internasional Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali pada 5 Juni 2023.

Baca juga:  Ditahan Kasus Pengancaman, Ini Kata BNNP Bali Soal Status Duta Antinarkoba Jerinx

Di sisi lain, lanjut dia, Kanwil Kemenkumham Bali telah melakukan pemeriksaan terhadap petugas pendaratan yakni tiga orang staf penanganan darat (ground handling) maskapai penerbangan Batik Air Malaysia.

Petugas dari maskapai itu sebelumnya bertugas mendampingi pemeriksaan khusus oleh Imigrasi kepada Monique yang saat itu tiba di Bali menggunakan visa on arrival (VOA). “Berdasarkan hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap tiga orang petugas pendaratan, mereka menyatakan apa yang disampaikan Monique itu tidak benar. Mereka tidak ada meminta uang dari Monique sejumlah berapa pun, ini diperkuat oleh BAP dan surat pernyataan dari petugas ground handling Batik Air,” imbuhnya.

Tak hanya itu, pihaknya juga meminta rekaman kamera pengawas (CCTV) Angkasa Pura Bandara Ngurah Rai.

Namun, ia mengungkapkan kapasitas perekaman CCTV berlaku selama delapan hingga maksimal 30 hari sehingga otomatis terhapus. “Kami baru mencari CCTV setelah kasus itu meledak di atas tanggal sembilan (Juli) sehingga Angkasa Pura Ngurah Rai mengeluarkan pernyataan bahwa rekaman CCTV tidak bisa diambil karena otomatis terhapus,” ucap Baron.

Baca juga:  Dana Hibah Pariwisata, 30 Persen Pemda Sisanya untuk Pengusaha

Sebelumnya, viral di media sosial WNA Australia itu mengaku dipalak saat tiba di Bali pada 5 Juni 2023 menumpangi Batik Air Malaysia, OD-178 dan mencuat setelah diberitakan oleh media negeri kanguru itu pada 9 Juli 2023.

Berdasarkan kronologi yang disampaikan Baron, sebelum mendarat di Bali petugas maskapai penerbangan di Melbourne sudah mengingatkan kepada Monique terkait paspornya yang rusak dan berpotensi ditolak masuk Indonesia.

Namun, lanjut dia, WNA itu tetap bersikeras berangkat ke Bali karena akomodasi sudah dibayar penuh. Sesaat sebelum terbang ke Bali dari Melbourne, ia menandatangani formulir pernyataan yang menyatakan maskapai penerbangan tidak bertanggung jawab terkait pemulangan apabila ditolak masuk Indonesia.

Kemudian, ketika tiba di meja pemeriksaan Imigrasi Ngurah Rai, kata dia, awalnya petugas tidak mengetahui jika paspor Monique rusak.

Petugas baru mendapati kelainan berupa bekas cairan pada lembar biodata di paspor, setelah WNA itu membawa sendiri surat pernyataan dari maskapai kepada petugas di meja pemeriksaan imigrasi.

Baca juga:  KEK Kura-kura Bali Diharap Datangkan Investasi Seratusan Triliun dalam 30 Tahun

WNA itu pun kemudian digiring ke ruang resmi Imigrasi untuk diperiksa mendalam, dengan didampingi petugas penanganan darat maskapai.

Setelah diperiksa, Monique saat itu diizinkan masuk ke Bali karena paspor masih bisa terbaca oleh sistem imigrasi dengan kerusakan minor dan atas dasar kemanusiaan mengingat ibu WNA itu sudah lanjut usia yakni 60 tahun.

Pihaknya mengaku terkejut dengan tudingan tersebut karena saat meninggalkan Bali setelah lima hari liburan di Pulau Dewata pada 10 Juni 2023 dengan paspor yang sama, kedua WNA itu pun tak mengalami kendala.

“Apabila yang bersangkutan bersedia untuk berkorespondensi dengan kami berhubungan via telepon dan melampirkan bukti di kemudian hari bahwa peristiwa itu ada, kami akan buka lagi kasus itu,” katanya seraya menambahkan WNA itu diperkenankan masuk Indonesia lagi selama tak masuk daftar penangkalan. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN