Pondasi proyek penataan di Pantai Tanjung benoa, dibiarkan begitu saja hingga berbulan-bulan. (BP/Istimewa)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Penataan Pantai Tanjung Benoa, Kuta Selatan yang dikerjakan oleh pihak kontraktor, dikeluhkan masyarakat setempat. Sebab, penataan sekaligus penanganan abrasi di sejumlah titik ini mangkrak berbulan-bulan tanpa kejelasan.

Bendesa Adat Tanjung Benoa, Made ‘Yonda’ Wijaya mengatakan, pengerjaan proyek yang masuk dalam Paket 3A Adaptasi Pantai Nusa Dua-Tanjung Benoa di Kabupaten Badung dan Pantai Sanur di Kota Denpasar ini kurang memeperhatikan kondisi wilayah.
“Masyarakat kami sangat mengeluhkan pihak pelaksana proyek, karena pelaksanannya di lapangan hal itu sangat nengecewakan,” ujar Wijaya, Kamis (6/7).

Menurutnya, sejak awal masyarakatnya sangat antusias menyambut proyek, kooperatif dan membantu proses di lapangan. Namun, kenyataanya pihak pelaksana di lapangan atau kontraktor sendiri yang seolah awut-awutan bekerja. “Kami harap BWS bisa turun ke lapangan untuk mengecek pelaksana proyek dan pengerjaannya. Begitupula pihak Kecamatan kami harap memberikan atensi akan hal ini,” ucapnya.

Baca juga:  Jegog dari Masa ke Masa, Pernah Tampil Meriahkan Piala Dunia di Prancis

Pria yang juga Anggota DPRD Badung ini memiliki kewajiban dalam melakukan kontrol atas pengerjaan proyek. Sebab, pihaknya tidak mengetahui pemenang tender dan data pengerjaan tersebut. “Dari beberapa kali keluhan yang disampaikan di lapangan, pihak pelaksana seolah membandel dan kurang menghiraukan lingkungan. Padahal itu berkaitan dengan aktivitas pariwisata maupun pelaksanaan upacara agama dan tradisi,” katanya.

Dikatakan, kondisi paving jalan dibongkar dan justru ditinggal tanpa adanya klarifikasi sampai sekarang. Begitu juga material pasir yang ditempatkan berbulan-bulan, sehingga menganggu aktivitas pariwisata. Area parkir bus juga dibongkar untuk diperbaiki, namun juga belum dikerjakan.

Baca juga:  Antisipasi Cuaca Ekstrem Saat KTT G20, BMKG Klaim Taburkan Puluhan Ton Garam di Langit Bali

“Kondisi bangsal kelompok nelayan juga belum jelas kapan diselesaikan dan dibiarkan tanpa pengerjaan. Semestinya pihak proyek seyogyanya mengatur mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu dan mana yang tidak, agar tidak menganggu kondusivitas,” jelasnya.

Selaku tokoh dan wakil rakyat, pihaknya mengaku akan senantiasa menyampaikan hal yang semestinya tidak terjadi di lapangan. Sebab, kondisi ini mengundang kekecewaan dan menganggu aktivitas pariwisata maupun masyarakat adat. “Apapun alasannya. Saya harap masalah internal di proyek jangan diberikan dampaknya kepada kami di masyarakat. Jangan kami diberikan amburadulnya proyek,” sentilnya.

Baca juga:  Peminatnya Banyak, Buku "Bali Kuno" akan Dicetak Ulang

Kepala Lingkungan Purwa Santih, I Made Jayena juga mengakui pengerjaan bangsal untuk kelompok nelayan Segara Ning dan Segara Ayu mangkrak beberapa bulan. Saat ini kondisi bangunan baru berupa fondasi dan tembok, padahal hal itu sudah cukup lama dikerjakan dan mangrak. “Kita sempat mengecek kebenaran hal itu, nyatannya tidak ada aktivitas stel kap. Katanya pihak proyek juga beberapa kali sempat ganti operator,” imbuhnya. (Parwata/balipost)

BAGIKAN