Kondisi pematangan lahan di wilayah Pekutatan, Jembrana terkait pembangunan Jalan Tol dan Taman KBS. (BP/olo)

NEGARA, BALIPOST.com – Selain sejumlah pura di Desa Pengeragoan, ada persoalan terkait pembebasan lahan yang terkait pura di Desa Pekutatan. Dua banjar adat yakni Banjar Koprahan dan Banjar Sumbermis yang berada di lahan Perumda Bali masuk Desa Adat Pekutatan terancam digusur.

Bendesa Pekutatan, I Made Ariyasa, belum lama ini mengatakan pihaknya telah mendapatkan tembusan surat untuk pengosongan rumah di dua banjar adat terkait dengan pengembangan pembangunan Taman Kerthi Bali Semesta. Di lokasi itu ada dua Pura Kawitan yang disungsung dua banjar adat. “Memang ada dua banjar adat dari desa adat yang dikosongkan. Dan ada dua pura di sana, kami (desa adat) belum bisa mengambil keputusan,” kata Ariyasa dikonfirmasi.

Dua lokasi ini memang tidak terlalui jalur Tol Jagat Kethi Bali, namun terkait pengembangan pembangunan investasi Taman KBS. Pihak Desa Adat masih dilema, karena dua pura di dua banjar adat itu juga merupakan bagian desa adat.

Baca juga:  Kebakaran Rumah, Kerugian Ratusan Juta

Di dua banjar adat itu, warganya dulu merupakan para pekerja Perumda yang tinggal bertahun-tahun. Karena di tanah Provinsi dan dibutuhkan untuk kepentingan pengembangan pembangunan, diberikan waktu untuk pengosongan hingga akhir Maret ini.

Pasti Bubar

Satu Banjar Adat memastikan bubar yakni Sumbermis. Klian Adat Sumbermis, Ketut Murjana, Rabu (8/3) mengatakan terkait adanya surat pengosongan lahan itu, sudah ada yang menindaklanjuti. Dari sekitar 95 KK, sudah ada satu KK yang pindah.

Sisanya masih menunggu pembangunan rumah untuk pindah yang menyebar di luar permukiman saat ini. Selain terkait bangunan rumah, yang menjadi persoalan juga terkait Parahyangan yang selama bertahun-tahun disungsung krama Banjar Adat. “Ada dua pura disini, dan dulunya memang dibangun dari perusahaan pengelola perkebunan. Karena kondisi ini (harus pindah), dari sangkep (rapat) terakhir kami menyerahkan kembali ke perusahaan (pura) itu,” katanya.

Baca juga:  Dari Wanita Nekat Lompat dari Lantai 4 hingga Pencuri Asal NTT Diringkus

Termasuk juga terkait nanti saat melasti, krama adat yang sudah akan pindah juga kurang semangat untuk mengikuti. Sehingga tidak mengikuti, dan menyerahkan ke perusahaan atau pemilik lahan.

Sebab mau tidak mau, banjar adat ini pastinya akan bubar karena warga juga nantinya semuanya pindah.

Sementara itu, di Banjar Adat Koprahan, meskipun hanya sekitar 36 KK, masih berkeinginan untuk mengikuti prosesi itu. Klian Adat Koprahan, Gede Arimbawa, mengatakan terkait instruksi pengosongan tempat tinggal warga masih meminta waktu.

Baca juga:  Gubernur Koster : Media Mitra Bangun Pemahaman Masyarakat

Sebab pengerjaan rumah pindahan masih proses. Sedangkan untuk terkait adat, ada satu pura yang disungsung dan masih belum ada solusi. “Kami belum ada keputusan, kalau untuk mekiis, akan tetap ikut dari pendekatan kami door to door ke warga,” katanya.

Kedua Banjar adat ini nantinya akan menyampaikan hasil tersebut ke Desa Adat Pekutatan untuk meminta pertimbangan. Secara kewilayahan dan struktur desa adat, dua banjar ini masuk bagian Desa Adat Pekutatan yang terbagi tujuh banjar adat.

Yang paling mendesak, terkait prosesi melasti serangkaian Nyepi di masing-masing banjar adat untuk pembersihan dan penyucian benda sakral. Karena itu desa adat juga akan melakukan paruman membahas terkait itu melibatkan dua Banjar adat ini. (Surya Dharma/balipost)

BAGIKAN