Suasana Desa Adat Buungan. (BP/ina)

BANGLI, BALIPOST.com – Masyarakat di Desa Adat Buungan, Kecamatan Susut melaksanakan tradisi Ngarauhang selama sepuluh hari. Selama itu, masyarakat pantang melakukan aktivitas yang menimbulkan bunyi atau suara keras. Selain itu, juga dilarang menjual hewan berkaki empat.

Ngarauhang dilaksanakan masyarakat Buungan mulai 3 Februari lalu hingga 13 Februari. Ngarauhang dilaksanakan tiap satu tahun sekali tepatnya Sasih kewulu, serangkaian upacara ngamedalang Ida Bhatara yang berstana di Pura Dalem Pingit desa setempat.

Baca juga:  Desa Adat Kastala Lestarikan Tradisi ”Usaba Sri”

Bendesa Adat Buungan, Nyoman Brata mengatakan selama sepuluh hari ini, masyarakat Buungan tidak boleh melakukan aktivitas yang menimbulkan bunyi/suara keras. Terutama di sekitar areal pemukiman penduduk. Pantangan lainnya, tidak boleh menjual binatang berkaki empat. Seperti sapi atau babi. Masyarakat juga tidak dibolehkan menerima tamu yang menginap. Kalau melanggar, ada sanksinya. “Sanksinya kena bebek belang kalung,” kata Brata.

Dikatakan selama ini jarang ada masyarakatnya yang kena sanksi tersebut. Sebab semua warga patuh dan tidak berani melanggar pantangan yang ada. Menurut Brata, Ngarauhang memiliki makna/ajaran yang bagus. Lewat Ngarauhang, selama 10 hari masyarakat Buungan diajak untuk mulat sarira atau introspeksi diri.

Baca juga:  Pengiriman Ternak Dilarang, Peternak Kelimpungan Harus Keluarkan Biaya Puluhan Juta untuk Pakan

Di sisi lain, Brata juga mengungkapkan bahwa terdapat keunikan pada Pura Dalem Pingit yang disungsung gebog satak. Saat pelaksanaan piodalan di Pura itu, tidak boleh kidung, membunyikan gong, kulkul, atau benda lain yang menimbulkan suara. Termasuk genta. “Memakai perhiasan emas-emasan juga tidak boleh. Harus sederhana,” pungkasnya. (Dayu Swasrina/balipost)

BAGIKAN