Ngurah Weda Sahadewa. (BP/Istimewa)

Oleh Sahadewa

Keadaan dunia telah ditentukan oleh kebanyakan kuasa perekonomian. Untuk itu diperlukan keadaan yang lebih memberikan kekuatan untuk membangun kesadaran di kalangan para pemimpin G20.

Semangat untuk membangun kuasa perekonomian yang saling berelasi dalam membangun tata perekonomian dunia. Relasi membangun tata perekonomian dunia didasarkan atas pertama, yaitu keadaan yang tidak menunjukkan kuasa perekonomian yang menggilas bangsa lain dan kedua, terutama tidak menjadikan suatu bentuk relasi kenegaraan yang berdimensi subjek – objek.

Dimensi subjek – objek inilah yang mesti dieliminasi menjadi subjek – subjek. Ini pula yang menjadi titik fokus dalam konstelasi tulisan ini yang terkait dengan kuasa perekonomian. Kuasa perekonomian di sini seharusnya sudah tidak terinfiltrasi lagi dengan perdebatan kapitalisme dan sosialisme melainkan sudah melangkah kepada tatanan dunia perekonomian yang tidak saling memihak.

Ketidak saling memihak dimaksudkan sebagai bentuk nyata untuk tidak menjadikan ekonomi sebagai patokan dalam menentukan kuasa politik dalam mendikte negara lain ataupun bangsa lain melainkan sebagai patokan untuk menentukan kebutuhan untuk hidup bersama di dunia ini. Ini yang kemudian penulis sebut sebagai sebuah energi hidup.

Baca juga:  Mengetahui dan Memahami Hukum Waris

Energi kini menjadi faktor penentuan dalam menjalankan kehidupan itu sendiri dan ini bukan mengada-ada melainkan sudah menunjuk kepada kebutuhan utama atau primer dalam menjalankan roda perekonomian modern saat ini. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menuntaskan persoalan energi itu.

Mulai dari pemanfaatan energi Surya sampai kekuatan angin. Namun ini bagaikan sebuah kenyataan yang terus dijadikan pembicaraan mengingat kehidupan saat ini dikatakan berkebudayaan modern jika sudah mampu untuk menggunakan energi dalam berproduksi.

Perubahan iklim menjadi salah satu pembicaraan yang mendasarinya sehingga semua negara diajak turut serta untuk membantu melakukan penyelamatan atas dunia ini. Salah satu bentuk penyelamatan tersebut dikatakan untuk dapat melangsungkan kegiatan hidup dengan dasar tidak mengabaikan adanya kemiskinan karena faktor ketersediaan energi hidup.

G20 adalah sekumpulan negara-negara yang dianggap menentukan arah perdagangan ataupun umumnya perekonomian dunia. Untuk itu relevan untuk menentukan arah perkembangan dan pengembangan energi sehingga turut serta untuk membantu menyelamatkan perekonomian dunia saat ini dan kemungkinan nanti. Akan tetapi, ini pertanda penting jika negara-negara G20 itu sendiri masih kesulitan untuk mengatasi energi hidup ini.

Baca juga:  Pengaruh Indonesia dalam G20

Energi hidup berarti kebutuhan untuk hidup yang selalu memerlukan energi termasuk dengan kesediaan bahan pangan. Ini menandakan pula bahwa negara-negara G20 sudah saatnya masuk dalam kotak khusus untuk menetralisir kekurangan energi di dalam dirinya sendiri untuk keluar memberikan solusi kepada dunia. Ini merupakan sisi penting dari pertemuan presidensi G20. Seterusnya tidak lagi terjebak dalam formalitas melainkan sudah menuju kepada pembicaraan dari hati ke hati tentang masa depan dunia ini.

Masa depan dunia, terfokus kepada ekonomi yang itu berarti dunia ingin terlepas dari kemelaratan. Akan tetapi, energi tidak serta merta tersedia kecuali yang sedang tersedia.

Jangan sampai di tengah ketersediaan yang masih ada dunia masih dalam kondisi melarat secara ekonomi karena ini menunjukkan bahwa kekuatan dan kuasa ekonomi masih dalam genggaman sepihak. Jika itu terjadi maka perbaikan apapun tak akan mungkin termasuk kesia-siaan G20 karena G20 adalah salah satu penerus untuk mempersatukan kerjasama secara ekonomi dan pengembangan ke berbagai bidang.

Baca juga:  Perempuan dan Konstruksi Spiritualitas Bangsa

Inilah merupakan filosofi atas keberadaan G20 jika merunut ke sejarah terjadinya G20 dengan latar belakang krisis di tahun 1997 atau 1998 (sumber: Departemen Luar Negeri RI). Ketentuan dalam bekerja sama secara ekonomi inilah sebagai poin utama dalam G20 sehingga menjadikan ketentuan tersebut sebagai batu pijakan untuk hidup bersama tidak saja secara ekonomi melainkan juga mampu untuk mendorong ke arah kemandirian dalam berkehidupan yang dimaknakan dengan jalan tidak menjadikan ekonomi untuk menekan kedaulatan.

Inilah sebagai kuasa perekonomian semestinya tidak disadari sebagai penakluk atas kedaulatan negara dan bangsa di dunia melainkan menyadari sepenuhnya bahwa kuasa perekonomian adalah kekuatan manusia untuk bersama-sama membangun.

Dosen Fakultas Filsafat UGM

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *