I Made Dwija Suastana, S.H., M.H (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Setiap 28 Oktober Bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda. Tahun ini, generasi muda didorong untuk aktif berkontribusi mendukung penyelenggaraan KTT G20 yang diselenggarakan di Nusa Dua Bali pada November 2022 mendatang.

Sebab, pemuda Indonesia sebagai generasi milenial merupakan salah satu tonggak yang paling kuat dalam pondasi pembangunan Indonesia ke depan. Memaknai Hari Sumpah Pemuda, para aktivis muda di Bali dukung pelaksanaan KTT G-20. Dukungan ini ditegaskan oleh Sekretaris Prajaniti Bali, I Made Dwija Suastana, S.H.,M.H., pengusaha muda, I Ketut Sae Tanju, S.E.,M.M, serta aktivis muda yang juga Pengurus Pusat KMHDI, I Wayan Agus Pebriana, S.Hum.

Agus Pebriana menegaskan pemuda harus berperan penting dalam pembahasan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 November mendatang. Hal ini lantaran salah satu isu prioritas yang dibahas adalah transisi energi lebih ramah lingkungan yang merupakan isu sangat berkaitan dengan bagaimana nasib pemuda hari ini dimasa depan. Dikatakan, bahwa kelompok muda memiliki kepentingan dalam setiap agenda, rumusan, atau keputusan yang dihasilkan KTT G-20 nanti.

“Hal ini karena segala macam keputusan ini akan berkaitan dengan nasib pemuda hari ini dimasa depan. Apakah pemuda hari ini dimasa depan masih bisa hidup nyaman, aman, sejahtera, adil secara ekonomi, dan bebas dari krisis kesehatan atau krisis ekonomi, ini tergantung dari apa hasil keputusan yang dibuat dalam KTT G-20 nanti,” terangnya.

Baca juga:  Bali Dilanda Bencana Jelang KTT G20, Stop Solusi Palsu Atasi Krisis Iklim

Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa atas dasar itulah pemuda harus bergerak mendesak forum KTT G-20 untuk mempertimbangkan dan mengakomodir aspirasi kelompok muda berkaitan dengan bagaimana nasibnya di masa depan. Sebagai contoh bagaimana pemuda mendorong lahirnya keputusan konkrit terkait transisi energi. “Kelompok muda harus memastikan bahwa pembahasan berkenaan dengan transisi energi dapat menghasilkan keputusan konkrit. Ini karena transisi energi merupakan sesuatu hal yang betul-betul mendesak dibutuhkan untuk menciptakan bumi yang lebih bersih, nyaman, dan aman bagi para penghuninya,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa selama ini penggunaan energi bersumber dari fosil yang notabene menyumbang pencemaran dan mengakibatkan krisis iklim telah membuat bumi dalam keadaan yang sangat rusak ditandai dengan ketidakpastian iklim seperti hujan dengan intensitas deras, kepanasan, kekeringan, dan kedinginan. “Kondisi bumi yang tidak pasti ini kemudian menimbulkan bencana hidrometerelogi seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, dan bencana lainya yang kemudian membuat penghuninya yakni manusia dalam keadaan yang juga tidak pasti karena dihantui oleh bencanaa,” ujarnya.

Ia pun menjelaskan bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi di Bali akhir-akhir ini dapat menjadi contoh yang mengindikasikan bahwa Bumi dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Dimana ketahanan bumi mulai melelah sehingga bumi tidak bisa melakukan recovery untuk dirinya sendiri. Berdasarkan alasan tersebutlah, menurut Agus Pebriana, kelompok muda harus mengambil peran dengan cara mendesak dan ikut aktif dalam perumusan segala macam keputusan  KTT G-20 untuk memastikan agar keputusan yang lahir merupakan keputusan yang lebih mengedepankan keberlangsungan dan kelestarian lingkungan.

Baca juga:  Usai Bertemu Xi Jinping, Biden Tegaskan Negara G20 Harus Perkuat Kerja Sama

“Pendekatan hari ini yang harus dilakukan oleh kelompok muda adalah pendekatan kebijakan dengan mendesak terlahirnya kebijakan-kebijakan yang lebih ramah terhadap lingkungan agar kemudian bumi yang kita tinggali dimasa mendatang lebih nyaman dan aman,” ungkapnya.

I Ketut Sae Tanju, menyampaikan sampai saat ini pihaknya selaku penggiat UMKM minim informasi terkait pelaksanaan G-20 ini, terutama yang berkaitan dengan partisipasi usaha UMKM dalam mendukung G-20. Namun pihaknya berpandangan bahwa KTT G-20 ini diselenggarakan tentu dengan memperhitungkan banyak faktor, terutama kesehatan (post COVID-19) serta faktor keamanan, sehingga banyak pihak tidak bisa dilibatkan secara massal.

Lanjut dia, peran pemuda selaku agent of change, ada ataupun tidak KTT G20 di Bali, tidak boleh tinggal diam dalam mengisi diri, perkuat fundamental ekonomi dengan berwirausaha sesuai kemampuan dan kemauan. Dalam tataran mahasiswa, menurutnya para generasi muda agar aktif dalam berbagai kegiatan kampus ataupun organisasi luar kampus yang positif membangun mental dan mind set.

Sementara itu, I Made Dwija Suastana menyerukan Resolutions 9 (R-9) yang diharapkan dapat didengar oleh para pemimpin dunia yang tergabung dalam G20 yang akan bersidang dari 15-16 November. Adapun R-9 rumusan dari Prajaniti Bali tersebut adalah Re-urging, mendesak kembali badan Kesehatan dunia PBB, WHO untuk menetapkan status terbaru pandemi COVID-19 dalam upaya memperluas kesempatan pemulihan yang lebih signifikan.

Baca juga:  Pilkada Serentak, Pendistribusian C6 di Kelurahan Gianyar Bermasalah

Restructurisation, mempertajam peran dan fungsi IMF (International Monetary Funds) untuk melakukan langkah restrukturisasi kebijakan keuangan global agar mampu membuat skema bantuan yang dapat menyelamatkan banyak negara dari  ancaman resesi global. Replanting, mendorong organisasi PBB yang menangani masalah pangan (FAO) untuk memberlakukan kebijakan/Protocol FAO tentang ketahanan pangan.

Penetapan protokol FAO ini menyangkut tentang penanaman kembali sumber-sumber pangan yang bertujuan melindungi keberlangsungan hidup masyarakat dunia. Reforestation, KTT G20 agar mendesak organisasi PBB yang menangani lingkungan (United Nations Environment Programme – UNEP) untuk menerapkan kebijakan global dalam usaha penanaman hutan kembali demi terjaganya ekosistem dan keseimbangan tata kelola air.

Re-bonding, mengambil peran strategis meningkatkan intensitas dialog antar negara-negara yang terlibat konflik. Realization, khusus untuk Indonesia, agar Presidensi Indonesia G20 yang dijabat Indonesia kali ini di manfaatkan sebesar-besarnya demi kepentingan ekonomi Indonesia. Refocussing, menata ulang kembali konsentrasi negara-negara peserta G20 agar lebih fokus kepada upaya mengatasi berbagai krisis kemanusiaan, bencana kelaparan yang tengah terjadi di berbagai belahan dunia.

Repositions, melakukan langkah reposisi terhadap kepemimpinan global. Dan Revitalize, merevitalisasi berbagai kebijakan strategis baik secara internasional maupun internal negara anggota G20 yang berkaitan dengan pemulihan efek psikologis pasca pandemi COVID-19. (Winatha/balipost)

BAGIKAN