Wali Kota Denpasar, IGN Jaya Negara saat nyangging serangkaian upacara mepandes di Desa Adat Pemogan, Jalan Glogor Carik, Selasa (23/8/2022). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Dalam beberapa Minggu belakangan ini kegiatan manusa yadnya dan pitra yadnya cukup banyak digelar secara bersamaan oleh masing-masing krama desa adat di Denpasar. Salah satunya Desa Adat Pemogan, yang juga melakukan kegiatan Manusa Yadnya dan Pitra Yadnya secara bersamaan.

Bendesa Adat Pemogan, A.A. Ketut Arya Ardana saat ditemui belum lama ini mengatakan upacara mapandes ini dilaksanakan serangkaian karya Manusia Yadnya dan Pitra Yadnya Desa Adat Pamogan yang puncaknya digelar, Selasa (23/8) untuk Manusa Yadnya dan nyekah pada Jumat (26/8) lalu. Pelaksanaan upacara ini telah tertuang dalam awig-awig atau pararem desa adat. Di mana, pelaksanaanya rutin dalam rentang waktu lima tahun sekali.

Lebih lanjut dijelaskan, rangkaian karya tahun ini dikemas dengan beberapa tahapan utama. Yakni Pitra Yadnya yang terdiri atas upacara warak keruron yang diikuti oleh 111 peserta, upacara ngelungah yang diikuti oleh dua orang peserta, upacara ngelangkir yang diikuti oleh 13 peserta, upacara ngaben yang diikuti oleh 24 peserta dan nyekah yang diikuti oleh 73 peserta.

Baca juga:  Desa Adat Kubu Rutin Gelar "Macaru Banteng"

Selanjutnya untuk upacara Manusia Yadnya terdiri atas upacara ngangkid yang diikuti oleh 57 orang peserta, upacara menek kelih yang diikuti oleh 45 peserta dan metatah diikuti oleh 127 peserta.

Adapun puncak upacara mapandes dilaksanakan pada Anggara Umanis Wuku Uye, Selasa (23/8). Sedangkan puncak upacara nyekah dilaksanakan pada Sukra Wage Uye, Jumat (26/8) lalu.

“Harapan kami tentu dapat meringankan beban masyarakat serta sebagai bentuk bhakti. Sehingga secara berkelanjutan dapat dilaksanakan, serta selalu berharap kegiatan ini dapat memberikan manfaat dan meningkatkan sradha dan bhakti umat,” katanya.

Kegiatan yang digelar Desa Adat Pemogan ini juga sempat dihadiri Wali Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara, yang ikut nyanggingin pada upacara mepandes, Selasa (23/8). Tampak hadir dalam kesempatan tersebut Wakil Wali Kota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa, tokoh masyarakat yang juga Wali Kota Denpasar Periode 2008-2021, I.B. Rai Dharmawijaya Mantra, anggota DPRD Kota Denpasar, AA Ketut Sujana serta undangan lainnya.

Baca juga:  Koleksi Topeng Museum Bali Mayoritas untuk Seni Pertunjukan

Wali Kota Jaya Negara memang tidak asing lagi dalam tugas nyanggingin. Terlihat begitu terampil dan apik dalam nyangging. Lantunan kidung dan suara gender mengiringi Wali Kota Jaya Negara melaksanakan tugas dalam menatah peserta.

Di sela-sela pelaksanaan karya, Jaya Negara mengatakan bahwa ritual potong gigi (mapandes) yang merupakan salah satu upacara manusa yadnya yang wajib dilakukan. Dalam agama Hindu, mepandes wajib dilakukan ketika anak menginjak usia remaja atau sudah dewasa. Upacara ini bertujuan untuk mengendalikan enam sifat buruk manusia yang menurut agama Hindu dikenal dengan istilah Sad Ripu (enam musuh dalam diri manusia).

Baca juga:  Tradisi Siat Yeh di Desa Jimbaran Jadi WBTB

Lebih lanjut dikatakannya, selain merupakan sebuah kewajiban yang dilaksanakan dalam kehidupan, metatah merupakan upacara untuk menetralisir sifat buruk dalam diri manusia yang disebut dengan Sad Ripu yang meliputi Kama (sifat penuh nafsu indriya), Lobha (sifat loba dan serakah), Krodha (sifat kejam dan pemarah), Mada (sifat mabuk atau kemabukan), Matsarya (sifat dengki dan iri hati), dan Moha (sifat kebingungan atau susah menentukan sesuatu).

“Mapandes atau matatah merupakan wujud bhakti kepada Sang Pencipta. Dengan dilaksanakannya karya metatah massal serta Karya Manusia Yadnya dan Pitra Yadnya ini diharapkan mampu meningkatkan sradha dan bhakti umat, serta para peserta atau yang bersangkutan mampu menjadikan diri lebih dewasa dan bijak baik dalam berpikir, berbuat dan berbicara, dengan  penerapan prokes yang ketat,” ujar Jaya Negara. (Asmara Putera/balipost)

BAGIKAN