Prof. IB Raka Suardana. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Akademisi dari Undiknas Prof. IB Raka Suardana, Minggu (11/9) mengatakan sulitnya pemerintah daerah mengatur dan menata toko berjejaring nasional baik modern maupun tradisional, makin menghancurkan kemandirian ekonomi krama Bali. Ia menilai Pemda seperti tak punya taring untuk mengangkat ekonomi masyarakat di daerahnya.

Semuanya diserahkan pada hukum pasar. Siapa yang kuat, mereka yang menang. Raka mengatakan, ada tidaknya aturan pun, saat ini toko berjejaring sudah banyak tumbuh. Terutama toko berjejaring nasional yang tidak resmi.

Toko kecil atau warung kelontong berjejaring ini yang menurutnya harus diawasi ketat. “Mereka berjejaring tapi menggunakan sistem warung kelontong, namun diorganisir oleh pemodal. Bisnis ini sangat mematikan potensi ekonomi lokal dan itu berjejaringnya bukan di Bali. Itu bisa mengancam kemandirian ekonomi masyarakat Bali. Makanya dulu saya pernah punya ide, membangun toko berjejaring yang dimiliki desa adat atau dikelola desa adat, dan di atasnya dipayungi holding yang menyediakan barang dagangannya, bisa kerja sama dengan distributor besar dan LPD untuk permodalan,” ujarnya.

Baca juga:  Ini, Ciri-ciri Perampok di Minimarket

Dengan dikelola desa, akan bisa memberdayakan SDM dan ekonomi masyarakat lokal sehingga ekonomi desa setempat dapat tumbuh. Apalagi jika toko modern berjejaring yang masuk ke desa-desa bahkan kini menjejali daerah perkotaan. Hal ini akan membuat ekonomi wilayah tersebut tidak inklusif untuk masyarakat setempat.

Pemerintah Provinsi Bali sebenarnya telah mendorong pembentukan usaha di tingkat desa adat dengan keberadaan Bagha Utsaha Padruwen Desa Adat (BUPDA) yang bergerak di sektor riil. Salah satunya berupa usaha ritel maupun grosir. Bahkan Ranperdanya telah disetujui DPRD Bali dan saat ini menunggu pengesahan pemerintah pusat.

Baca juga:  Bersinergi di Tahun Produktivitas dan Kualitas

Hanya saja perkembangan pembentukan BUPDA masih belum seperti yang diharapkan. Belum banyak desa adat yang berhasil membentuk. Kalaupun sudah terbentuk belum bisa berkembang cepat karena harus bertarung dalam sistem pasar yang sangat bebas.

 

Disinggung menjamurnya toko ritel modern berjejaring nasional diduga karena adanya pelonggaran perizinan dan kepentingan politik, Raka tidak berani memastikan. Namun jika hal tersebut benar, tentu sangat disayangkan.

Ia melihat fenomena toko berjejaring modern dan warung kelontong menjamur hingga ke desa desa. Terkait ijin yang dilonggarakan ia belum mengetahui pasti. Meski aturan ketat ataupun dilonggarkan menurutnya toko-toko tersebut tetap saja mengancam kemandirian ekonomi masyarakat lokal Bali.

Jika izin pendirian toko berjejaring dijadikan alat untuk meraih simpati masyarakat jelang pilkada, menurutnya akan sangat berbahaya bagi masyarakat lokal. “Untuk para politikus, cara-cara seperti ini, janganlah dilakukan,” imbuhnya.

Baca juga:  Imigrasi Sudah Tolak 85 WNA Masuk Bali, Ini Asal Mereka

Harus diakui, bahwa toko-toko ritel modern berjejaring secara nasional digerakkan oleh modal besar. Berbeda dengan warung kelontong berjejaring dengan modal besar berdasarkan segmen pasarnya.

“Toko modern itu memang mengancam tapi kelasnya memang beda baik dari segi harga dan jenis produk. Toko modern berjejaring ini juga mengancam apalagi jaraknya berdekatan sehingga tidak ada ruang bagi toko atau warung lokal untuk hidup. Warung-warung tradisional kita tidak bisa menggunakan manajemen modern, tapi tradisional baik dari sisi pemenuhan barangnya, penentuan harganya, dari sisi penataan barang, warung tradisional kita juga kalah,” bebernya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN