Raditya Jati. (BP/Istimewa)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Indonesia berkomitmen penuh untuk membangun resiliensi berkelanjutan. Beberapa agenda telah ditetapkan untuk mewujudkan komitmen tersebut.

Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Raditya Jati menyampaikan penguatan budaya dan kelembagaan pada kesiapsiagaan bencana adalah langkah awal untuk resiliensi berkelanjutan. Penguatan dan kelembangaan ini harus bersifat antisipatif, responsif dan adaptif dalam menghadapi bahaya atau pun bencana.

Dalam konteks penguatan budaya, Raditya mengatakan Indonesia mengadopsi pendekatan pentaheliks yang berbasiskan pada masyarakat, seperti gotong royong. Sementara itu, ia juga mencontohkan kelembagaan pada keterlibatan daerah dalam menjadikan wilayahnya sebagai Making City Reilience. “Kami mendorong keterlibatan daerah dalam kampanye Making City Resilience,” ujar Raditya yang juga Ketua Sekretariat Panitia Nasional Penyelenggara GPDRR, di Media Center GPDRR, Kamis (26/5), dikutip dari rilis yang diterima.

Baca juga:  Amankan KTT G20, TNI AL Siagakan Sejumlah KRI di Perairan Bali

Raditya mengatakan, Indonesia akan terus memperjuangkan pengarusutamaan resiliensi berkelanjutan di tingkat lokal hingga tingkat unit terkecil, seperti Keluarga Tangguh Bencana.

“Kearifan lokal menjadi bagian penting dari implementasi agenda resiliensi berkelanjutan,” ujarnya.

“Resiliensi berkelanjutan dipimpin secara lokal, dibangun di atas konteks lokal, dan didukung kuat oleh negara,” tambahnya

Raditya juga menyampaikan penguatan budaya dan kelembagaan perlu mendapatkan dukungan. Dukungan ini dapat dilakukan melalui investasi dalam sains, teknologi dan inovasi. Di sisi lain, Ia menegaskan, modal sosial atau pun kekayaan budaya, seperti kulkul, dapat menjadi bagian dari sistem peringatan dini yang menggabungkan inovasi.

Baca juga:  Puluhan Orang Korban Banjir Bandang Meninggal Dunia

Selanjutnya Raditya mengatakan infrastruktur yang tangguh bencana juga sangat penting dalam resiliensi berkelanjutan. Ini bertujuan untuk melindungi masyarakat, khususnya kelompok rentan, di wilayah berisiko tinggi.

Resiliensi berkelanjutan ini perlu dilakukan secara terus menerus, bahkan saat tidak terjadinya bencana. Di samping itu, resiliensi berkelanjutan hanya dapat dicapai ketika kolaborasi terjadi antara pemerintah, komunitas, sektor swasta, akademisi, dan media atau pentaheliks.

Langkah konkret komitmen Indonesia ini di antaranya dipayungi dengan Rencana Induk Penanggulangan Bencana atau RIPB 2020 – 2044 dan Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim 2020 – 2045. (kmb/balipost)

Baca juga:  Cek Penanganan Dampak Erupsi Semeru, Ka BNPB Bertolak ke Lumajang
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *