Kurniawan Adi Santoso. (BP/Istimewa)

Oleh Kurniawan Adi Santoso

Kemendikbudristek secara resmi mengumumkan kurikulum baru yang dinamai Kurikulum Merdeka pada Jumat (11/2), lewat kanal Youtube. Rencananya, Kurikulum Merdeka atau sebelumnya dikenal dengan nama Kurikulum Prototipe ini akan dijadikan kurikulum nasional pada 2024.

Ini berarti dalam masa dua tahun dari sekarang, guru-guru harus punya bekal keterampilan mengajar yang sesuai dengan Kurikulum Merdeka. Kedudukan kurikulum sangat diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam UU nomor 20 tahun 2003, yaitu untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Akan tetapi dalam menyukseskan implementasi Kurikulum Merdeka ini perlu guru-guru yang kreatif dan adaptif. Guru-guru dituntut agar kreatif dan adaptif selaras dengan perubahan paradigma pembelajaran seiring perubahan kurikulum baru.

Ini berarti menuntut guru mengubah cara mengajarnya. Dan hal itu tidak semudah membalikkan
telapan tangan. Kita tahu sendiri sukses tidaknya
kurikulum itu tergantung guru.

Baca juga:  Dilema Regenerasi Atlet Bulu Tangkis Indonesia

Dapat dikatakan, kurikulum yang baik jatuh ke tangan guru yang baik, maka akan terjadi proses pembelajaran yang baik. Kurikulum yang kurang baik, tetapi dikelola oleh guru yang baik, sangat mungkin melahirkan proses pembelajaran yang baik.

Tetapi kurikulum yang baik dikelola guru yang tidak baik, sangat mungkin melahirkan proses pembelajaran yang tidak baik. Konsep dokumentatif Kurikulum Merdeka anggaplah baik untuk menyelesaikan persoalan tantangan perubahan alam dan zaman.

Akan tetapi, bila guru tidak memiliki kompetensi
yang cukup untuk melakukan perubahan strategi,
metode, dan teknik pembelajaran yang sesuai
dengan maksud dan tujuan pengembangan Kurikulum Merdeka, niscaya sia-sia. Pengalaman selama ini, perubahan kurikulum yang tidak dibarengi dengan perubahan paradigma strategi, metode, dan teknik pembelajaran memicu kurikulum gagal makna.

Kurikulumnya berganti berkali-kali, tetapi strategi, metode dan teknik pembelajarannya tidak pernah berubah dan hasilnya nihil. Sebagai dokumen tertulis pelaksanaan pembelajaran, Kurikulum Merdeka menunjukkan konsistensi terhadap arah pengembangan kurikulum sebelumnya.

Baca juga:  Masa Depan Ahok sebagai Subjek Politik

Orientasinya holistik, berbasis kompetensi, dan kontekstualisasi. Holistik berarti, kurikulum dirancang untuk mengembangkan kemampuan murid secara holistik mencakup kecakapan akademis dan
nonakademis, kompetensi kognitif, sosial, emosional, spiritual, dan motorik.

Dalam konsep trikotomi jiwa Ki Hadjar Dewantara disebut sebagai daya cipta, daya rasa, dan daya karsa untuk menggerakkan potensi jiwa merdeka yang mandiri dan makarya. Sebagaimana kurikulum tingkat satuan (KTSP) yang dikembangkan selama ini, Kurikulum Merdeka berbasis kompetensi dan bukan berbasis konten.

Maknanya, kurikulum dirancang berdasarkan kompetensi yang akan dikembangkan dan bukan pada isi dan materi pelajaran. Dalam konteks inilah perubahan paradigma strategi, metode, dan teknik pembelajaran diperlukan.

Bila kurikulum itu dimaknai curere atau lintasan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan strategi, metode, dan teknik pembelajaran tidak boleh diabaikan agar tujuan pembelajaran tercapai secara efektif dan efisien. Maka, melatih guru mengembangkan diri mengubah paradigma strategi, metode, dan teknik pembelajaran sesuai dengan kebutuhan Kurikulum Merdeka adalah keharusan.

Baca juga:  Pendidikan Merdeka Belajar

Guru seharusnya selain diberikan kemampuan pemaknaan Kurikulum Merdeka, yang tidak kalah pentingnya diberikan kecakapan mengubah paradigma strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mengedepankan 3 hal. Yakni, (1) pembelajaran berbasis proyek, (2) fokus pemberlajaran pada materi esensial, dan (3) fleksibilitas melakukan pembelajaran
sesuai dengan kebutuhan murid.

Dengan begitu, pengembangan soft skill dan karakter murid, pendalaman kompetensi dasar literasi, numerasi, dan sains berlangsung terpadu berkelanjutan. Diklat bisa berhasil meningkatkan kompetensi guru, manakala didesain seperti yang dimodelkan Sim and Fletcher (2018). Yakni, keberlanjutan program pelatihan, kolaborasi, pelatihan
berfokus pada konten pelajaran, pelibatan keterampilan eksternal, dan kesempatan menerapkan
apa yang sudah dilakukan.

Kemudian, selama menerapkan Kurikulum Merdeka, guru harus didampingi kepala sekolah dan pengawas. Ini dimaksudkan untuk memotivasi maupun mensupervisi agar pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan tujuan kurikulum itu sendiri.

Penulis, Guru tinggal di Kabupaten Sidoarjo, Jatim

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *