Aci Usaba Dodol di Desa Adat Selat. (BP/Istimewa)

AMLAPURA, BALIPOST.com – Setiap desa adat di Karangasem memiliki tradisi berbeda yang terus dijaga dan dilestarikan hingga saat ini. Salah satunya, Desa Adat Selat, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem. Di mana desa adat ini memiliki tradisi tidak membuat ogoh-ogoh setiap pelaksanaan Hari Raya Nyepi.

Bandesa Adat Selat, Jero Mangku Wayan Gede Mustika mengungkapkan, selama menjadi bandesa adat, di Desa Adat selat tidak pernah membuat ogoh-ogoh menjelang Hari Raya Nyepi. Pasalnya, pada saat aci kesanga yang dilaksanakan menjelang Hari Raya Nyepi, di sana sudah ada prosesi nyomia bhutakala dengan adanya barong celeng.

Baca juga:  Desa Adat Pesinggahan Gelar Karya ”Ngusaba Nini”

“Pembuatan ogoh-ogoh memang tidak dilarang, tapi memang di Desa Adat Selat tak pernah membuat ogoh-ogoh. Ini bagian dari pelestarian budaya dan tradisi yang sudah diwariskan secara turun temurun,” ucapnya.

Mustika menuturkan, bila ogoh-ogoh dibuat, ada saja warga yang melihat hal yang tidak bagus pada ogoh-ogoh tersebut. Bahkan menjelang karya, patung yang dibuat menyerupai ogoh-ogoh tersebut dikatakan seperti hidup. “Dulu pernah membuat model ogoh-ogoh seperti togog di saat ada karya, nah di sana ada yang melihat yang tidak baik. Ada yang melihat seperti lari, ogoh-ogoh seperti hidup. Termasuk terjadi hal-hal yang tidak diharapkan,” ujarnya.

Baca juga:  Peralatan Galian C Tertimbun Lahar Dingin, Kerugian Capai Rp 2 M

Menurutnya, membuat ogoh-ogoh bisa, namun harus di luar wewidangan Desa Adat Selat. Bila sudah membuat ogoh-ogoh di luar, tidak akan menjadi persoalan. “Intinya tak boleh buat ogoh-ogoh ini di Desa Adat Selat,” tegasnya.

Namun ada kebiasaan lain di desa tersebut. Sebelum Nyepi, di Desa Adat Selat biasanya melakukan ngusaba di mel atau carik. Setelah itu baru dilakukan Usaba Gede. Selanjutnya Desa Adat Selat melaksanakan ngusaba di Mel atau lazim disebut Ngusaba Dodol. Upacara ini bertujuan memohon kepada Ida Bhatara Sakti Gunung Agung, Krama Desa Adat Selat akan siap menyongsong Ngusaba Dodol. (Eka Parananda/balipost)

Baca juga:  Puluhan Bahasa Daerah Terancam Punah, Bagaimana Bali?
BAGIKAN