Suasana di Desa Adat Padangkeling. (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Adat Padangkeling di Kecamatan Buleleng dahulu terkenal dengan seni tabuh angklung. Pada masa itu, para penabuh angklung dari desa adat ini sangat disegani dan terkenal hampir di seluruh Buleleng.

Lambat laun, satu-satunya warisan kesenian ini mulai pudar karena tidak ada regenerasi. Tidak ingin warisan seni itu hilang begitu saja, saat ini pemerintahan desa adat saat ini menggulirkan kebijakan untuk membangkitkan kembali seni angklung. Tentu saja, kebijakan ini sejalan dengan visi misi Gubernur Bali, Wayan Koster, yang membedakan desa adat di Bali melalui program Nangun Sat Kerthi Loka Bali (NSKLB)

Kelian Desa Adat Padangkeling, Gede Purnayasa, Selasa (1/2) kemarin mengatakan, di sisi timur desa adat yang dipimpinnya itu berbatasan dengan kali (pangkung) yang ada Kelurahan Banyuning Selatan. Pada bagian selatan bertetangga dengan Desa Petandakan. Kemudian sebelah baratnya dibatasi sungai (tukad) Tangis yang masuk wilayah Desa Sari Mekar. Sisi utaranya berbatasan dengan jalan yang ada di wilayah Kelurahan Banyuning Barat.

Baca juga:  Tradisi Mecolek-colekan Diusulkan Jadi WBTB

Sejak desa adat dibentuk wewidangannya terbagi menjadi Banjar Adat Kajanan dan Banjar Adat Kelodan. Di mana, krama desa sampai saat ini tercatat sebanyak 270 Kepala Keluarga (KK).

Sebagian besar pekerjaan krama desa bekerja sebagai tenaga serabutan, kemudian ada menjadi petani, dan sisanya menjadi pegawai baik pemerintahan dan swasta. Seluruh krama desa tersebut dibebani tanggungj awab sebagai pangempon di Pura Kayangan Desa yang terdiri dari Pura Desa, Dalem, dan Pura Segara. Selain itu, tanggung jawab krama desa juga sebagai pangempon Pura Kayangan Desa masing-masing Pura Segara Alit dan Pura Prajapati.

Menurut Gede Purnayasa, desa adat sebelumnya terkenal dengan perkembangan kesenian tabuh angklung. Saking terkenalnya, sekaa angklung di desa adat ini sangat disegani hampir di sleuruh Buleleng. Namun situasi itu tidak bertahan lama, karena banyak penabuh yang sudah menginjak lanjut usia. Sementara regenerasinya pada waktu itu nyaris tidak ada sama sekali. Sehingga satu-satunya warisan kesenian itu terancam hilang.

Baca juga:  Cegah ASF, Buleleng Optimalkan Pengawasan

Nemun begitu, pihaknya tidak tinggal diam. Sejalan dengan kebijakan Gubernur Bali, Wayan Koster, yang mengeluarkan kebijakan pelestarian seni dan budaya Bali, sehingga pihaknya berkomitmen penuh untuk membangkitkan kembali seni angklung yang terancam hilang itu.

Bentuk kebijakan yang akan digulirkan adalah mengedukasi para generasi muda untuk mengenal bahwa desa adat mewarisi tabuh angklung. Setelah menyadari dan sikap bangga dengan warisan kesenian itu, kebijakan selanjutnya adalah memfasilitasi para anak-anak muda di desa adat untuk latihan menabuh angklung. Dengan kebijakan ini, Purnayasa yakin kesenian angklung ini bisa bangkit kembali dan bersaing dengan seni tabuh gong dari desa adat lain di Buleleng.

Baca juga:  Desa Adat Singakerta Gelar ”Ngaben Kinembulan”

Di sisi lain Gede Purnayasa mengatakan, kebijakan lain yang juga dijalankan sesuai dengan visi misi Gubernur Bali Nangun Sat Kerthi Loka Bali (NSKLB) adalah pembangunan pada baga parhyangan. Mulai tahun 2020 yang lalu, krama desa telah membangun candi bentar di Pura Desa. Kemudian, berlanjut di tahun 2021 yang lalu, desa adat juga sudah membangun Bale Agung/ Bale Panjang di Pura Desa.

Proram fisik ini bisa berjalan dengan kucuran dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) yang digulirkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. “Kami sangat terbantu dan beban krama desa menjadi lebih ringan terutama dalam membangun pada baga parhyangan, mudah-mudahan kebijakan ini berlanjut, sehingga kami terus bisa menata dan mengelola desa adat dengan lebih baik lagi sejalan dengan NSKLB yang digulirkan Pak Gubernur,” tegasnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN