Pedagang terompet sedang menata dagangannya, Senin (27/12). Pedagang terompet dan pernik perayaan tahun baru mulai bermunculan di Denpasar. (BP/Febrian Putra)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pada libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), jumlah transaksi keuangan di Bali, baik tunai dan non tunai akan mengalami peningkatan. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali memperkirakan nilainya mencapai Rp 2,1 triliun.

Kepala KPw BI Bali Trisno Nugroho, Minggu (26/12), mengungkapkan rata-rata kebutuhan uang tunai masyarakat di Provinsi Bali setiap bulannya pada Januari-November 2021 mencapai Rp 792 miliar. Pada perayaan Nataru, kebutuhan uang tunai bulanan diperkirakan akan meningkat dan mencapai Rp 2,1 triliun.

Baca juga:  BI akan Luncurkan "Fast Payment" Gantikan Sistem Kliring Nasional

Secara tahunan, total kebutuhan uang tunai masyarakat di Provinsi Bali diperkirakan akan mencapai Rp 10,8 triliun. Dalam rangka mengantisipasi peningkatan kebutuhan uang tunai tersebut, pihaknya menyiapkan uang tunai, baik dalam jumlah maupun pecahan yang dibutuhkan sebanyak 1,5 kali dari proyeksi kebutuhan hingga akhir tahun 2021.

Sejalan dengan peningkatan kebutuhan uang tunai, jumlah transaksi digital berbasis QR Code Indonesian Standard (QRIS) juga mengalami pertumbuhan yang signifikan. Sampai dengan Oktober 2021, tercatat jumlah transaksi QRIS mencapai 982 ribu transaksi dengan nominal sebesar Rp 75 miliar.

Baca juga:  Nataru, Penumpang di Bandara Ngurah Rai Diprediksi Meningkat 20 Persen

Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 555 persen (ytd) dari sisi transaksi dan 345 persen (ytd) dari sisi nominal, jika dibandingkan dengan awal tahun 2021 yang tercatat sebesar 150 ribu transaksi dengan nominal 17 miliar rupiah.

Pada awal Desember 2021, jumlah merchant QRIS tercatat mencapai 388.223 merchant atau tumbuh 122 persen (ytd) dibandingkan awal tahun 2021 yang tercatat sebanyak 174.893 merchant.

Baca juga:  Libur Lebaran Berakhir, Penumpang Mulai Tinggalkan Bali

Sayangnya, pertumbuhan transaksi tunai dan nontunai tidak diikuti oleh transaksi jual beli valuta asing. Hal ini disebabkan oleh belum pulihnya kinerja pariwisata di Bali yang tercermin dari belum adanya penerbangan internasional langsung ke Bali.

Berdasarkan data September 2021, transaksi jual beli valuta asing pada money changer berizin tercatat sebesar Rp 182 miliar atau turun 36,15% (yoy) dibandingkan September 2020 yang mencapai Rp 285 miliar. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN