Dedy Permadi. (BP/Ist)

JAKARTA, BALIPOST.com – Survei Katadata Insight dan Kementerian Kominfo menunjukkan hingga 60 persen masyarakat di Indonesia terpapar hoaks saat mengakses dan berkomunikasi di dunia maya. Hanya 21 persen sampai 36 persen responden yang mampu mengenali hoaks.

Menurut Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Dedy Permadi, dalam keterangan tertulisnya, hal ini harus menjadi perhatian bersama. Terlebih, hingga saat ini hoaks terkait COVID-19 masih terus beredar sehingga menuntut kewaspadaan agar masyarakat tidak terjebak dalam informasi yang keliru.

Ia menjelaskan beberapa hasil suvei terkait masih besarnya pengaruh hoaks terhadap masyarakat.
Salah satunya, Riset Center for International Governance Innovation pada tahun 2019 yang dilakukan terhadap 25.000 responden di 25 negara menunjukkan bahwa sebanyak 86 persen warga online percaya mereka telah terpapar berita bohong atau hoaks saat menjelajah di internet.

Baca juga:  Tambahan Korban Jiwa COVID-19, Salah Satunya Meninggal Awal Agustus

Kemudian, survei dari Statista yang diadakan di tahun 2020 menunjukkan bahwa 60 persen masyarakat berusia 16 hingga 24 tahun di Inggris menggunakan media sosial untuk mendapatkan informasi tentang COVID-19. Namun sebanyak 59 persen dari mereka terpapar informasi tidak benar terkait COVID-19.

Di Indonesia sendiri, ujar Dedy, berdasarkan survei Katadata Insight dan Kementerian Kominfo pada
tahun 2020, ditemukan juga bahwa 11,2 persen responden menyatakan pernah menyebarkan kabar bohong atau hoaks. Sedangkan 68,4 persen di antaranya mengatakan hanya ingin mendistribusikan informasi, meski belum memverifikasi kebenarannya.

Ia menegaskan tentunya hal ini harus terus menjadi perhatian bersama. Terlebih, mengingat angka
penemuan hoaks terkait COVID-19 menurut hasil patroli siber Kementerian Kominfo sejak 2020
sampai 9 Desember 2021 masih menunjukan penemuan berbagai macam hoaks dan disinformasi.

Baca juga:  BRI Tingkatkan Porsi Kredit UMKM Menjadi Rp 526,5 Triliun

Untuk isu hoaks COVID-19, kata Dedy, telah ditemukan 2020 isu pada 5.228 unggahan media sosial,
dengan persebaran terbanyak pada Facebook sejumlah 4.527 unggahan. Pemutusan akses telah
dilakukan terhadap 5.079 unggahan dan 149 lainnya sedang ditindaklanjuti.

Kemudian, untuk isu hoaks vaksinasi COVID-19, ditemukan sebanyak 408 isu pada 2489 unggahan
media sosial, dengan persebaran terbanyak juga pada platform Facebook sejumlah 2297 unggahan.
Dedy menjelaskan, pemutusan akses telah dilakukan terhadap seluruh unggahan tersebut.

Sedangkan terkait isu hoaks PPKM, ditemukan sebanyak 49 isu pada 1.250 unggahan media sosial,
dengan persebaran terbanyak juga pada Facebook sejumlah 1.232 unggahan. Pemutusan akses
dilakukan terhadap 1.090 unggahan dan 160 lainnya tengah ditindaklanjuti.

Baca juga:  Tak Bisa ke Luar Negeri, Naker Migran Terganjal Syarat Ini

“Pada minggu ini, jika dilihat dari setiap topik hoaks terkait COVID-19, masih ada pertambahan isu
dan angka sebaran yang melebihi angka dari minggu yang lalu,” papar Dedy.

Lebih rinci ia menjelaskan, secara keseluruhan, pada minggu ini total pertambahan hoaks tentang COVID-19, vaksinasi COVID-19, dan PPKM adalah sebanyak 17 isu di 74 unggahan media sosial. Angka ini sedikit lebih kecil dibandingkan minggu sebelumnya, di mana terdapat total pertambahan 18 isu di 88 unggahan media sosial. (kmb/balipost)

BAGIKAN