Suasana kegiatan pelatihan dan sosialisasi kedaulatan pangan beras di Tabanan, Selasa (16/11). Kegiatan ini diikuti para pekaseh se-Kecamatan Selemadeg. (BP/Eka)

TABANAN, BALIPOST.com – Komitmen dan dukungan membangkitkan lagi Taksu “Darma Pemaculan” juga ikut disuarakan petani di kecamatan Selemadeg, kabupaten Tabanan, Selasa (16/11). Mengalirnya semangat dan dukungan dari para petani Tabanan ini tentunya kian menguatkan upaya Kabupaten Tabanan dalam menjaga daerah sebagai lumbung pangan Bali, tentunya bermuara pada terwujudnya keharmonisan alam Bali.

Apalagi saat ini Pemerintah Propinsi Bali dan Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan berupaya mewujudkan visi Nangun Sat Kerti Loka Bali, salah satunya mengembalikan bumi pertiwi yang sehat tanpa tercemar bahan kimia dengan penerapan pertanian berbasis organik. Gerakan mengharmonikan alam Bali juga ikut didukung Yayasan Darma Naradha yang melakukan roadshow ke seluruh kecamatan di Tabanan, guna memberikan pelatihan dan sosialisasi pertanian organik plus yang dikenal dengan sistem Biodinamik.

Di sini, peserta tidak hanya diberikan ilmu tentang sistem biodinamik. Melainkan juga diberikan Toya Panca Amerta Bali yang bersumber dari lima danau di Bali, dan pemberian bibit kelor.

Camat Selemadeg, I Putu Arya Suta mengakui, sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mampu bertahan dari hantaman pandemi COVID-19. Jadi tentu dirasa sangat tepat, jika saat ini semangat bertani atau Darma Pemaculan memang harus terus digaungkan, tidak hanya untuk penglingsir yang sudah menekuni pertanian saja, namun juga para generasi muda juga didorong untuk mau menekuni pertanian.

Kecamatan Selemadeg yang memiliki luas wilayah sekitar 5.205 hektar, tercatat hampir 1.800 hektar adalah lahan pertanian yang cukup potensial, dan sebagian juga sudah mulai mengarah ke pertanian organik. Bagi Arya Suta yang juga seorang petani ini, mengembalikan taksu darma Pemaculan atau ketaksuan petani sesuai lontar agama Hindu, memang sangat dibutuhkan untuk melestarikan adat, budaya dan agama Hindu di Bali.

Baca juga:  Tanaman Petani Dirusak Monyet

“Memang perlu adanya keseimbangan sekala dan niskala dalam membangkitkan sektor pertanian sesuai dengan lontar Bali, karena dalam Darma Pemaculan ini ada unsur budaya dan agama yang memang harus dilestarikan,” ucapnya.

Pihaknya berharap, petani maupun penyuluh pertanian yang hadir dalam pelatihan kali ini bisa menggetoktularkan ke petani lainnya untuk bisa nantinya menerapkan sistem pertanian organik. Yang tentunya hasil atau produksinya akan lebih sehat dan aman dikonsumsi, termasuk juga membersihkan bumi pertiwi dari unsur kimia yang sudah merusak puluhan tahun.

Diakui Arya Suta, dalam penerapan pertanian dengan sistem organik memang memerlukan waktu yang tidak singkat, salah satu faktornya adalah mindshet petani itu sendiri. Kecendrungan petani lebih menginginkan hasil yang instan, tanpa tahu bahwa akibat mengolah pertanian yang salah justru merusak alam Bali.

“Merubah mindset petani memang butuh waktu, namun jika petani sudah melihat bukti dalam artian dengan sistem pertanian organik ada hasil produk berkulitas, sehat dikonsumsi termasuk harganya bagus dipasaran, tentu secara langsung mereka pasti akan menekuninya dengan baik. Saya yakin dengan terus bermunculan terobosan baru pertanian yang kekinian, akan memotivasi para generasi muda untuk ikut menekuni sektor ini. Apalagi saya lihat di masa pandemi saat ini, sudah mulai generasi muda mulai kembali ke sawah atau kebun,” terangnya.

Baca juga:  Kreatif, Petani Ini Manfaatkan Tanah Marginal hingga Olah Hasil Panen

Terkait pertanian Biodinamik, I Made Sandi menjelaskan adalah sistem pertanian dengan solusi bertani sehat saat ini dan ke depan. Karena saat ini, rendahnya status gizi masyarakat disebabkan mutu pangan yang dikonsumsi dan kualitas produk pertanian.

Bertani biodinamik sebenarnya memberi solusi mitigasi terhadap dampak pangan kimia sintetik pada pertanian, praktek bertani sehat dan selaras dengan alam. Misalnya saja, di tanah pertanian ini sapi dipelihara di padang rumput, dan kotoran dari sapi dimanfaatkan sebagai pupuk. Dan, pupuk dikembalikan lagi ke tanah untuk memberikan kesuburan pada tanah agar tumbuhan bisa ditanam dengan baik.

Dari tanaman yang tumbuh itu sapi dan hewan lain diberi makan, dan kembali kotoran sapi diolah jadi pupuk, begitu seterusnya sehingga tercipta siklus sistematik berkelanjutan tanpa menambahkan penyubur (organic) dari luar tanah pertanian. Pertanian biodinamik ibaratnya pertanian organik yang plus.

Plusnya terdapat keselarasan tidak hanya pada alam dimana tanah, ternak, manusia juga memperhatikan energi semesta. Karena semua itu menentukan apakah selaras tidak alam dengan semesta.

Jika keselarasan itu terjadi maka akan membuat pertanian itu lebih sehat dan bagus. Dengan biodinamik bisa mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia ataupun pestisida. “Kita ingin petani mampu memberdayakan apa yang tersedia di lingkungannya untuk kebaikan di kebunnya atau lahan pertaniannya. Media untuk pertanian biodinamik juga mudah didapat di Bali seperti tanduk sapi atau kerbau serta kotoran sapi,” terangnya.

Baca juga:  Harga Bunga Gumitir Tembus Rp 40.000 Perkilogram

Sementara itu Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) kecamatan Selemadeg, I Ketut Sukada menilai hal baru yang dianggap lebih efisien dan mudah diterapkan untuk nantinya bisa mendapatkan hasil atau komoditi yang sehat dan berkualitas, pastinya akan dicoba oleh petani. Termasuk juga Biodinamik atau pertanian organik plus yang dikenalkan saat ini bisa menjadi salah satu pilihan bagi petani dari beragam sistem organik yang ada.

“Kalau saya lihat, biodinamik ini lebih mudah cara pembuatannya, bahannya juga gampang dicari, saya rasa banyak petani yang ingin mencoba mengaplikasikannya, dan kalau bisa pelatihan ini bisa terus berlanjut untuk lebih memaksimalkan hasilnya,” ucapnya.

Ketertarikan akan sistem biodinamik ini juga disampaikan petani sekaligus pekaseh subak sawah desa Wanagiri, I Wayan Wardana. Menurutnya, selain gampang pembuatannya, manfaatnya juga sangat bagus untuk memperbaiki struktur tanah.

Ditambah lagi tidak memerlukan biaya yang cukup tinggi. “Memang untuk sepenuhnya bisa organik tidak bisa instan perlu dilakukan bertahap, saya sendiri untuk lahan pertanian sudah sebagian organik hanya terbentur pemasaran,” terangnya. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN