A.A Ketut Jelantik, M.Pd. (BP/Istimewa)

Oleh A.A. Ketut Jelantik, M.pd

Euforia Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dialami guru, siswa dan bahkan orangtua. Hal ini sejalan dengan keputusan pemerintah untuk mengizinkan sekolah melakukan PTM meskipun dengan sangat terbatas.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari berbagai media baik media mainstream maupun media sosial,
hingga awal Oktober ini hampir seluruh jenjang sekolah di Bali –mungkin sebagian Paud- telah melaksanakan PTM terbatas.

Euforia Pelaksanaan PTMT tentu bukan sekadar mengembalikan proses pembelajaran jarak jauh ke pembelajaran konvensional sebagaimana yang diidamkan oleh semua kalangan, namun seharusnya dimaknai sebagai upaya untuk memaksimalkan pelayanan sekolah terhadap siswa melalui proses pembelajaran yang menyenangkan, efektif, serta inovatif yang dirasakan hilang selama pandemi COVID-19.

Upaya untuk memberikan pelayanan maksimal oleh guru selama pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas memang bukan perkara gampang. Namun juga tidak sulit dilaksanakan.

Salah satu model pembelajaran yang mungkin bisa dijadikan opsi oleh guru selama pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas adalah model
pembelajaran flipped classroom. Flipped classroom pertama dikenalkan J Wesley Baker.

Baca juga:  Sejumlah Sekolah Belum Bisa Gelar PTM

Model pembelajaran ini dinilai berhasil dan memberikan manfaat yang signifikan. Oleh sebab itu model pembelajaran inipun berkembang ke seluruh dunia termasuk di Indonesia.

Konsep model pembelajaran flipped classroom adalah mengubah/membalik paradigma lama proses pembelajaran yang dilakukan guru. Maka dengan flipped classroom konsep ini dibalik.

Siswa ditugaskan untuk mempelajari, memahami atau membuat resume materi, menyelesaikan tugas proyek di rumah. Selanjutnya saat belajar tatap muka di sekolah siswa ditugaskan untuk mendiskusikan tugas tersebut, mempresentasikan di hadapan teman-temannya sekaligus menemukan solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi.

Jika dilihat dari perspektif penggunaan teknologi informasi, model pembelajaran flipped classroom memiliki kesamaan dengan Blended Learning. Namun pada Blended Learning segragasi antara teori behaviorisme dan konstruktivisme tidak jelas.

Hal ini berbeda dengan model pembelajaran flipped
classroom di mana garis segragasi antara teori behaviorisme dengan konstruktivisme sangat jelas dan tegas. Ketika siswa ditugaskan untuk membaca buku, menyaksikan video, atau menyelesaikan tugas berdasarkan apa yang dilihat dan dibaca di rumah, maka prosesnya cenderung pada teori behaviorisme
karena siswa lebih dominan menggunakan keterampilan berpikir tingkat rendah atau low order
thingking skill (Lots).

Baca juga:  Penguatan Karakter Pada Masa Krisis

Namun ketika siswa mengikuiti pembelajaran tatap muka mereka cenderung membutuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi atau High Order Thingking Skill (HOTS) karena mereka harus berdiskusi dengan teman-temannya, menemukan konstruk baru, dan kemudian mempresentasikannya.

Selama proses inilah mereka membutuhkan bantuan dari guru, makanya guru harus memposisikan diri sebagai fasilitator, bukan lagi sebagai pengajar.

Secara singkat langkah-langkah pembelajaran
Flipped Classroom menurut Adhitiya dkk (2015)
adalah sebagai berikut: (A) Persiapan: (1) Sebelum
tatap muka guru memberikan materi dalam ben￾tuk video pembelajaran, (2) Guru menyampaikan
tujuan pembelajaran yang akan dicapai, (3) Guru
menyampaikan secara garis besar materi yang
akan dipelajari, (4) Memberi tugas siswa untuk
membuat rangkuman dari video.

Baca juga:  Sekolah Siap PTM dengan Prokes Ketat, "Sadhu Wirasa" Efektif Motivasi Belajar Siswa

(B) Kegiatan di kelas: (1) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 orang siswa, (2) Membahas video yang telah ditonton siswa dengan diskusi dan tanya jawab, (3) Melalui tanya jawab dengan siswa guru menguatkan konsep, (4) Guru memberikan latihan pemecahan masalah melalui LKS, (5) Siswa berdiskusi dengan kelompoknya untuk menyelesaikan masalah (6) Peran guru saat diskusi adalah memfasilitasi siswa agar
mampu menuliskan ide atau gagasannya terkait
masalah yang diberikan, (7) Salah satu kelompok
mempresentasikan hasil diskusi dan yang lain
menanggapinya, (8) Guru memberikan tes untuk
mengetahui tingkat pemahaman siswa, (9) Memberikan video pembelajaran untuk pertemuan
selanjutnya.

Penulis, Pengawas Sekolah di Dikpora Bangli

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *