Tim pemantau mengecek harga bahan pangan di pasar tradisional, Rabu (10/3). (BP/Dokumen)

Oleh Arif Wibowo

Ada kabar yang cukup menggembirakan di awal bulan Agustus ini, rilis pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II tahun ini menunjukan angka positif 7,07 persen jika dibanding kuartal yang sama tahun 2020 dan tumbuh 3,31 persen jika dibanding kuartal I tahun ini. Pertumbuhan ini didukung oleh kinerja ekonomi pada tataran regional yang turut membaik.

Angka ini menjadi awal yang bagus bagi program pemulihan ekonomi nasional walaupun tingginya angka pertumbuhan di kuartal ini (y-on-y) juga sebagai dampak dari kontraksi yang dalam perekonomian nasional di kuartal II tahun lalu (lower base effect).

Provinsi Bali sebagai wilayah yang kinerja ekonominya tahun lalu paling terdampak Covid-19 juga menunjukan pemulihan pada kuartal II ini. Berdasarkan Berita Resmi Statistik 5 Agustus 2021 dari BPS, ekonomi Bali tumbuh 2,83 persen dibanding kuartal yang sama tahun lalu dan tumbuh 5,73 persen jika dibanding kuartal I tahun ini. Terlepas dari isu kesejahteraaan penduduk seperti distribusi “kue pembangunan” yang tidak merata baik dari sisi antar penduduk maupun antar wilayah, pertumbuhan ekonomi dibutuhkan untuk memperbesar “kue pembangunan” yang bisa dibagikan kepada seluruh penduduk.

Pertanyaannya adalah apakah pertumbuhan ekonomi yang positif di kuartal dua ini akan bisa dipertahankan bahkan ditingkatkan pada kuarta-kuartal berikutnya? Terlebih sudah 1 bulan sejak PPKM Jawa-Bali dilaksanakan di awal bulan Juli tahun ini masih belum pasti kapan berakhirnya. Seluruh aktivitas ekonomi harus dibatasi sebagai upaya menekan penyebaran Covid-19 di masyarakat. Sudah lebih dari satu tahun sejak Covid-19 ditetapkan sebagai pandemi global pada 11 Maret 2020 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), belum ada formula yang tepat baik dari segi kebijakan pemerintah maupun obat paten untuk mengatasi makhluk tak kasat mata ini.

Baca juga:  Jaga Stabilitas Ekonomi Bali, Pemulihan Tak Bisa Lagi Bergantung ke Pariwisata

Ketika kebijakan yang bersifat social distancing diambil, maka di waktu yang sama juga berarti roda perekonomian sedang diperlambat. Aktivitas ekonomi yang terjadi di masyarakat lebih disebabkan oleh mobillitas penduduk. Mulai dari transportasi, penyediaan akomodasi makan dan minum, industri, pertanian bahkan sampai jasa tukang cukur semua memerlukan mobilitas penduduk. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal II yang positif ini juga tidak terlepas dari peningkatan mobilitas penduduk yang mendorong tumbuhnya konsumsi rumah tangga sebesar 5,93 persen.

Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali sejak tanggal 3 Juli 2021 hingga terus diperpanjang sampai suatu wilayah berada pada level tertentu, membuat ketidakjelasan timeline dan pada akhirnya menimbulkan kejenuhan dalam masyarakat.
Pernyataan ini didukung data hasil Survei Perilaku Masyarakat Pada Masa Pemberlakuan PPKM Provinsi Bali oleh BPS yang menyebutkan sebanyak 64,37 persen responden merasa jenuh bahkan sangat jenuh harus berdiam diri di rumah.

Baca juga:  Aktivitas dan Mobilitas Masyarakat Naik, Pemulihan Ekonomi Bali Berlanjut

Dari survei itu juga diperoleh gambaran tingkat kepatuhan responden terhadap protokol kesehatan selama seminggu terakhir yang meliputi kepatuhan memakai masker, cuci tangan pakai sabun, menjaga jarak 2 meter, dan menghindari kerumunan yang secara umum sudah cukup baik dengan catatan penggunaan masker 2 lapis yang paling rendah kepatuhannya yaitu 53 persen dari total responden yang patuh. Terungkap juga bahwa sebanyak 8,7 persen responden yang belum melakukan vaksin beralasan khawatir dengan efek samping ataupun tidak percaya efektivitas vaksin.

Melihat rekam jejak penanganan Covid-19 setahun terakhir di Indonesia,mulai dari PSBB di sejumlah daerah di bulan April 2020 menyebabkan ekonomi terkontraksi 5,32 persen di kuartal II-2020. Saat PSBB dilonggarkan, ekonomi mulai menggeliat lagi dan kontraksi mulai
berkurang menjadi 3,49 persen. Pada awal tahun 2021 lonjakan Covid-19 terjadi lagi di beberapa daerah yang memaksa pemerintah menerapkan kebijakan PPKM Jawa-Bali dan dilanjutkan dengan PPKM berbasis mikro. Pertumbuhan ekonomi kuartal I justru merangkak naik walaupun masih minus 0,74 persen.

Baca juga:  Pemulihan Ekonomi Bali

Mobilitas masyarakat yang meningkat di kuartal II juga membuat ekonomi bergeliat bahkan mampu mendorong tumbuhnya konsumsi rumah tangga yang pada akhirnya meningkatkan permintaan barang dan jasa. Masyarakat harus merasakan sekali lagi PPKM Jawa-Bali pada awal kuartal III ini. Tentunya melihat dari trend pertumbuhan ekonomi di masa pandemi, sekecil apapun kebijakan pemeritantah menerapkan pembatasan sosial akan berdampak pada proses produksi, distribusi, dan kegiatan operasional lainnya yang pada akhirnya menggangu kinerja perekonomian.

Momentum pemulihan ekonomi yang sudah diraih pada kuartal II ini khususnya di wilayah Provinsi Bali yang sejak awal pandemi merasakan dampak yang paling parah harus benar-benar dimanfaatkan dengan baik. Pertumbuhan ekonomi yang positif ini memberikan klarifikasi pada kita semua bahwa penanganan kesehatan yang baik akan mendorong mobilitas penduduk yang pada akhirnya perekonomian akan turut membaik.

Pandemi ini memberikan pemahaman bagi kita bersama terutama bagi pemerintah bahwasanya manusia begitu rentan dengan berbagai kebijakan yang saling berdiri sendiri, terutama di sektor ekonomi, kesehatan, dan lingkungan yang seakan memiliki kasta diantara ketiganya. Dimana seringkali ekonomi selalu diutamakan sedangkan kesehatan dan lingkungan seringkali diabaikan. Sehingga perlu adanya kebijakan yang diharapkan ketiga sektor tersebut dapat berjalan beriringan dan setara.

Penulis Statistisi di BPS Kabupaten Buleleng

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *