Arsitektur Bali, Popo Danes (kanan) menjadi salah satu narasumber pada Widyatula (Sarasehan) "Arsitek Lingkungan (Wastucitra dan Restorasi)" pada PKB XLIII Tahun 2021, Sabtu (10/7). (BP/win)

DENPASAR, BALIPOST.com – Penataan fasilitas kawasan Pura Besakih menjadi materi pembahasan pada Widyatula (Sarasehan) “Arsitek Lingkungan (Wastucitra dan Restorasi)” pada penghujung pergelaran Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIII Tahun 2021 “Purna Jiwa: Prananing Wana Kerthi (Jiwa Paripurna Nafas Pohon Kehidupan)”, Sabtu (10/7). Sarasehan digelar secara hybrid yang dipusatkan di Dinas Kebudayaan Provinsi Bali ini menghadirkan dua orang narasumber arsitek ternama, yaitu Ir. I Nyoman Popo Priyatna Danes, IAI., dan Ir. Yori Antar, IAI.

Popo Danes, seorang arsitek kondang yang terlibat dalam pembangunan penataan fasilitas kawasan Pura Besakih, membahas tentang Restorasi Pura Besakih. Mulai penataan lahan parkir, dimana nantinya akan dibangun tempat parkir dengan empat lantai ke bawah dengan estimasi mampu menampung kendaraan pemedek sekitar 2.000 lebih kendaraan.

Tak hanya penataan kawasan parkir, sirkulasinya pun nanti juga akan ditata sedemikian rupa seperti pembuatan jalur baru. “Karena saat ini di Pura Besakih ada 2 parkir, satu untuk parkir pemedek dan satu lagi untuk parkir wisatawan. Sehingga, kami ingin mengembalikan tempat parkirnya sebelum Pura Manik Mas,” ujar Popo Danes.

Baca juga:  Warisan Budaya Bali Arsitektur sebagai Identitas dan Kesejahteraan

Selain persoalan parkir, penataan kios-kios pedagang juga akan dilakukan. Dimana sesuai dengan data saat ini dikawasan Besakih terdapat sekitar 471 pedagang nantinya pemerintah akan menyiapkan sebanyak 501 buah kios yang diperuntuhkan untuk para pedagang tersebut. Di dalam desainnya, juga bakal dibangun res area dan bangunan serba guna dua lantai dengan kapasitas menampung hingga lebih dari 5.000 orang perlantainya.

Selain itu juga akan dibangun fasilitas toilet yang modern dengan kapasitas bisa menampung 40 orang sekaligus. Bahkan rencananya bahan yang akan digunakan pun khusus, mengingat ketika upacara besar di Pura Besakih ribuan pemedek akan datang yang tentunya memilih kualitas yang tidak mudah rusak serta mudah dibersihkan. Sehingga, tidak mencemari kawasan suci Pura Besakih.

Baca juga:  Merpati Bali Lawan Pekanbaru AS di Laga Pertama Pramusim

Tidak hanya itu, permasalahan sampah juga kerap menjadi isu yang besar di Pura Besakih. Sehingga, perlu ditata kembali agar kawasan suci Pura Besakih bebas dari sampah. “Yang kita lakukan saat ini adalah penataan kawasan pawongannya, jadi bukan parahyangan. Jadi kita tidak menata Pura Besakihnya, tetapi fasilitas penunjang Pura Besakih. Astungkara akan selesai dalam waktu 2 tahun ke depan,” tegasnya.

Meskipun demikian, pembangunan penataan fasilitas kawasan Pura Besakih ini akan tetap mengikuti pola tata ruang dan tata letak yang sesuai dengan kaidah-kaidah space atau keruangan di Bali (hulu dan teben). Sehingga, semua aktivitas yang dilakukn sesuai dengan hirarki-hirarki dari nilai kesucian kegiatan tersebut. “Jadi ini bagian dari menjaga perlindungan kawasan suci. Penataan ini juga menujukkan bahwa dinamika arsitektur di Bali itu berjalan dan selalu bergerak sesuai demgan perubahan peradaban. Dan kita dengan filosofi yang kuat, kita tidak akan pernah tertinggal dalam peradaban manapun, sehingga butuh transpormasi-transpormasi yang baik seperti yang kita lakukan dalam penataan kawasan suci Pura Besakih,” tandasnya.

Baca juga:  Menata Besakih, Menjaga Budaya Bali

Sementara itu, Yori Antar yang merupakan  Pendekan Arsitektur Nusantara berpesan agar arsitek di Bali dalam menata pembangunan kawasan, apalagi kawasan Pura Besakih harus berpegang teguh pada budaya dan kearifan lokal Bali. Sehingga dalam membangun, nilai-nilai budaya Bali tidak punah.

Ia menyebut banyak masyarakat dunia yang menginginkan desain bangunan rumahnya menggunakan arsitektur Bali. Baginya, Bali merupakan sumber inspirasi arsitektur dunia. “Jadi, wajib buat arsitek Bali untuk melestarikan kebaliannya, jangan sampai karena pariwisata dan terlalu banyak investor yang masuk ke Bali membuat bangunan-bangunan dengan arsitektur Bali menghilangkan jiwa dan tempat (desa, kala, patra, red) yang ada di Bali,” tandasnya. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *