
Oleh Putu Rumawan Salain
Satu dekade akhir-akhir ini Bali menagalami perubahan yang sangat drastis dari sudut penampilan arsitekturnya. Di sisi kiri dan kanan jalan protokol sejak dari Nusa Dua hingga Bypass I Gusti Ngurah Rai menampilkan beragam wujud, sosok, warna, bahan dan lainnya sesuai dengan langgam yang dipilihnya.
Di antaranya bahkan ada menampilkan sosok langgam Yunani dan atau Romawi dengan menonjolkan tiang-tiang Doric, Ionic, ataupun Corinthian. Sedangkan di Jalan Prof. IB Mantra ada yang menerapkan analogi arsitektur dimana memanfaatkan bekas pesawat terbang sebagai wadah fungsi baru.
Analogi juga diterapkan untuk arsitektur The Keranjang di Kuta. Secret Garden sebuah bangunan dengan aura baru “nyeleneh” terbangun di Baturiti. Di Batubulan, di Seririt, di Bangli telah berdiri tegak dengan jumawanya gedung yang menampilkan identitas Belanda.
Belum lagi beberapa fasilitas seperti beach club, vila, restoran, dan lainnya yang lebih menampilkan aroma minimalis ketimbang identitas Bali. Bahkan beberapa hari ini media sosial digemparkan dengan hadirnya sosok Party Station! Kok boleh?
Pesatnya pembangunan di Bali membutuhkan peraturan yang lebih implementatif. Lahirlah Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2005 yang mengatur tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung.
Dalam peraturan tersebut telah ditetapkan hanya ada empat kategori Arsitektur yang boleh ada di Bali yaitu: 1). Arsitektur Setempat “lokal” (Penglipuran, Tenganan, Sidatapa, dan lainnya) 2). Arsitektur Warisan “Heritage”, berupa Pura dan Puri, 3). Arsitektur Tradisional Bali, yang berpijak atas Asta Bumi, Asta Kosala-Kosali dan lainnya, serta 4). Arsitektur Non Tradisional Bali. Untuk kategori 1, 2, dan 3 tidak ada persoalan karena objek, aturan, dan ahlinya masih ada! Khusus yang kategori ke-4 dipersiapkan mengingat berbagai fungsi baru yang tidak dapat diakomodasi oleh kaidah-kaidah tradisi.
Dimensi yang wajib diterapkan dalam arsitektur nontradisional Bali adalah wajib menampilkan gaya arsitektur tradisional Bali beserta prinsip-prinsipnya melalui: 1) wujud, 2) bahan, 3) struktur, 4) ornamen, 5) warna, dan memenuhi kaidah tata nilai ruang serta tri angga (kepala, badan, dan kaki), yang selaras dan harmoni dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip tersebut di atas merupakan batasan sekaligus sebagai kreativitas dan inovasi sang arsitek dalam memperoleh perizinan.
Pertanyaannya adalah apakah arsiteknya paham akan regulasi yang ada atau jangan-jangan arsitek asing yang tidak punya tanggung jawab langsung pada bumi Bali. Ataukah Tim Profesi Ahli (TPA) yang kurang memahami tentang prinsip-prinsip dimaksud. Atau sangat mungkin juga proyek tersebut dimiliki dibekingi oleh penguasa dan atau pengusaha besar dan kuat sehingga menekan semua pihak untuk memuluskannya. Atau celakanya kurangnya pengawasan dari pihak konsultan dan dinas terkait, atau yang paling buruk adalah peran masyarakat menghilang atau tidak mau tahu!
Jika ini dibiarkan berlanjut, Bali akan kehilangan identitas dan orang-orang sudah berani terhadap Catur Guru Yaitu: Guru Swadyaya (Tuhan), Guru Wisesa (Pemimpin/Pemerintah). Guru Pengajian (Guru di Sekolah, dan Guru Rupaka (Orang Tua). Bukankah untuk menjadi arsitek kita harus melalui proses Catur Guru tersebut?
Sudah saatnya para dosen atau guru arsitektur turun gunung bersama pemerintah dan legislatif beserta asosiasi arsitek untuk membenahi keadaan atau pelanggaran yang berlangsung. Kita tunggu apa kata DPR? Bila perlu diusulkan dibongkar untuk menghasilkan efek jera.
Tidak perlu menunggu laporan karena produk arsitektur hadir di hadapan kita. Arsitektur bukanlah sekedar sosok belaka, tapi di Bali arsitektur adalah petanda, simbol, makna, dan pesan. Bahkan arsitektur juga merupakan penghidupan dan kehidupannya. Mari kita jaga dan muliakan Arsitektur Bali. Orang boleh kehilangan Kesehatan, harta, waktu, tapi jangan sampai kehilangan identitas. Mohon dicermati kehendak penjajahan atau penghancuran identitas di Bali yang dimulai dari ranah Arsitektur. Jika identitas kita hilang maka kita akan kehilangan segalanya.
Penulis, Dosen Prodi Arsitektur, FTP-Universitas Warmadewa