Prof. Wiku Adisasmito. (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pada 2 Maret 2020, kasus COVID-19 pertama kali diumumkan oleh Presiden Joko Widodo. Sebanyak 2 warga Depok, Jawa Barat yang memiliki riwayat kontak erat dengan warga Jepang terkonfirmasi COVID-19.

Sejak pertama kali masuk hingga saat ini seluruh elemen bangsa bergerak secara sinergi untuk melakukan segala upaya dalam penanganannya. Hal ini, menurut Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Prof. Wiku Adisasmito, sangat diapresiasi karena sudah bergerak bersama dalam penanganan COVID-19 di Indonesia.

Dipantau dari Denpasar, Wiku dalam keterangan pers virtualnya yang disiarkan kanal YouTube BNPB Indonesia, Selasa (2/3) sore memberikan catatan selama setahun pandemi. Dikatakannya, periode Maret 2020 ke Januari 2021, kasus mengalami tren peningkatan kemudian menurun di Februari 2021.

Baca juga:  IMT 2017, Buka Pintu Sungai Musi Menjadi Wisata Rafting

Meskipun mengalami peningkatan, jumlahnya bervariasi tiap bulannya. Selama 4 bulan pertama, peningkatannya cenderung tajam, hingga mencapai 70-90 persen. “Masa-masa ini adalah masa dimana Indonesia menghadapi pandemi secara tiba-tiba dan tengah melakukan upaya percepatan penanganan semaksimal mungkin. Salah satunya menerapkan kebijakan sosial berskala besar,” sebutnya.

Pada Juli menuju Agustus 2020, penambahan kasus COVID-19 sempat mengalami penurunan dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. “Namun sayangnya pada bulan September kembali mengalami peningkatan signifikan sebesar 42,3 persen atau 45.895 kasus yang dikontribusikan dari libur panjang pada 15 sampai 17 dan 20 sampai 23 Agustus 2020,” ungkapnya.

Selanjutnya pada September hingga November penambahan kasus cenderung melandai meski tetap ada peningkatan. Peningkatan tajam kembali terjadi pada Desember 2020 dan Januari 2021 seiring terjadinya libur panjang Natal dan Tahun Baru. Kenaikan sejak November hingga Januari adalah sebesar 190.191 orang atau sebesar lebih dari 100 persen dari Oktober.

Baca juga:  Pintu Kedatangan International Akan Dibuka Bertahap

“Tentunya dengan melihat kenaikan kasus yang diiringi event libur panjang, sudah sepatutnya kita senantiasa berkaca dan belajar dari pengalaman selama 10 bulan yang lalu agar tidak mengulanginya kembali di masa yang akan datang,” katanya mengingatkan.

Ia mengatakan hal ini penting untuk dicatat karena ada implikasi kematian dalam setiap event libur panjang yang terjadi. Di bulan-bulan tanpa libur panjang, jumlah orang yang meninggal akibat COVID-19 adalah 50 sampai 900 orang. Sedangkan di bulan-bulan dengan libur panjang, jumlah orang meninggal meningkat tajam menjadi 1.000-2000 orang. “Data menunjukkan bawah keputusan kolektif untuk tetap berlibur sepanjang pandemi adalah keputusan yang tidak bijak,” tegasnya.

Baca juga:  Kehamilan di Masa Pandemi Covid-19, Sejumlah Hal Ini Perlu Diperhatikan

Karena, lanjutnya, hal ini secara langsung berdampak pada jumlah orang yang meninggal. “Bayangkan, dalam satu bulan, kita bisa kehilangan lebih dari 1.000 nyawa hanya karena memilih untuk melakukan perjalanan dan berlibur. Untuk itu, karena kita baru memukai tahun 2021, hendaknya pemerintah dan masyarakat belajar untuk membuat keputusan yang lebih bijaksana dan tidak membahayakan nyawa diri sendiri dan orang lain,” ajaknya. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *