kintamani
Ilustrasi. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Di tengah pandemi COVID-19, masih ada bahaya laten yakni gempa dan tsunami lantaran Indonesia berada di zona cincin api dan megathrust. Masyarakat Bali khususnya tidak luput diingatkan untuk melakukan kesiapsiagaan.

Mengingat, ada potensi gempa dan tsunami di selatan Jawa dan selatan Bali yang mungkin berdampak ke Pulau Dewata. “Ada dua segmen di selatan Jawa, yang kalau sekiranya itu pecah secara bersamaan, itu berpotensi hingga magnitude 9,1,” ujar Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB Dr. Aam Abdul Muhari dalam rapat kerja yang dipimpin oleh Kepala BNPB Doni Monardo dengan Gubernur Bali, di Jayasabha, Denpasar, Jumat (9/10).

Baca juga:  Presiden Jokowi Batal Serahkan Bantuan Pangan ke Ratusan Warga Sading

Menurut Aam, penting bagi masyarakat untuk memahami tentang gempa yang akan diiringi oleh tsunami. Kata kuncinya, bukan kuat atau lemahnya magnitudo gempa. Tapi berapa lama gempa itu berlangsung.

“Kalau lamanya lebih dari 20 detik, maka kita harus evakuasi karena biasanya kalau gempa yang tidak diiringi tsunami itu, pelepasan gempanya kurang dari 10 detik,” terangnya.

Jika tsunami bersumber dari selatan Jawa Timur, lanjut Aam, efeknya ke Bali salah satunya akan tampak di Pantai Kuta. Gelombang diperkirakan sampai di Kuta sekitar 30-40 menit. “Jadi waktu kita kalau ada di Bali, baik sisi timur maupun sisi barat, untuk evakuasi itu sekitar 30 sampai 40 menit,” jelasnya.

Baca juga:  Beraksi Saat Jalanan Macet, Jambret Ini Nyaris Digebuk Massa

Aam mencontohkan gempa Yogyakarta tahun 2006 yang hanya berlangsung 7 detik dan gempa Padang tahun 2009 selama 8 detik. Kedua gempa ini tidak diiringi tsunami.

Tapi kalau gempa menerus lebih dari 20 detik, maka hampir pasti diiringi oleh tsunami. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *