Wisatawan berkunjung ke DTW Sangeh. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Rencana membuka sektor pariwisata untuk wisatawan mancanegara pada 11 September mendatang bisa jadi mundur. Mengingat, pemerintah pusat masih melarang turis asing berwisata ke Indonesia hingga akhir tahun 2020 seperti diungkapkan Menteri Koordinator Maritim dan Inveatasi, Luhut Binsar Pandjaitan.

Dengan demikian, memaksimalkan pariwisata domestik merupakan pilihan Bali saat ini. “Potensi pariwisata domestik di Indonesia sangat besar, untuk Bali di kisaran 8 juta per tahun. Kita masih beruntung memiliki potensi tersebut,” ujar Anggota Komisi II DPRD Bali, A.A. Ngurah Adhi Ardhana dikonfirmasi, Selasa (18/8).

Namun demikian, lanjut Adhi Ardhana, ada kendala yang dihadapi Bali untuk memaksimalkan potensi wisatawan domestik. Terutama kalau melihat posisi Bali yang berbeda pulau dari pasar besar Pulau Jawa.

Dikatakan, wisatawan domestik dari Jawa cenderung menyasar destinasi yang masih berada di satu pulau. Seperti Jogjakarta, Jakarta, Bandung dan Semarang karena mempertimbangkan kemudahan aksesibilitas.

Baca juga:  Bali Pecah Rekor! Zona Orange Ini Catatkan Tambahan di Atas 200 Kasus COVID-19

Sementara Bali karena terpisah pulau, dijadikan sebagai pilihan alternatif. Selain itu, terkendala rasio kasus positif COVID-19 (Incidence Rate/IR) di Pulau Jawa yang masih tinggi. Juga kondisi ekonomi yang tentu membuat wisatawan menahan diri.

“Prediksi saya, 1 juta wisatawan domestik ke Bali sudah bagus untuk tahun 2020. Itupun harus didorong oleh pemerintah pusat dalam pelaksanaan kegiatan yang diarahkan ke Bali,” tegas Politisi PDIP asal Kota Denpasar ini.

Adhi Ardhana menambahkan, belum dicabutnya Permenkumham Nomor 11 Tahun 2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah RI turut menjadi kendala bagi pariwisata Bali secara umum. Pencabutan ataupun revisi Permenkumham mesti secara terus menerus diupayakan dan dikomunikasikan agar memberikan keleluasaan kepada daerah pariwisata, khususnya Bali.

Baca juga:  Prarekonstruksi Pembunuhan Lenyod, Dicekik Sebelum Digantung di Pohon Kopi

Mengingat ketergantungan yang tinggi terhadap sektor tersebut. “Namun kenyataan pahit kepariwisataan ini juga harus dilihat dari tingkat penyebaran atau reproduksi dan tidak terlepas dari cara penanganan serta tingkat kewaspadaan di masyarakat sendiri terkait pandemi COVID-19 ini,” paparnya.

Menurut Adhi Ardhana, pemerintah pusat dan provinsi Bali dengan segala upaya sudah berupaya menekan tingkat penyebaran serta membangun sikap kehati-hatian dan kewaspadaan masyarakat. Namun pada kenyataannya, indeks secara nasional maupun Bali masih belum bersesuaian dengan dunia internasional atau negara-negara pasar.

Di samping negara-negara pasar saat ini juga sedang menghadapi second wave (gelombang kedua) yang tidak kalah ganasnya sehingga mereka pun kembali menutup daerahnya. “Hantu resesi yang cenderung menuju depresi juga menjadi masalah berikut, karena pariwisata adalah kebutuhan tersier yang pada umumnya diminati apabila kebutuhan primer dan sekunder telah terpenuhi,” imbuhnya.

Baca juga:  Selain Pembakaran Resort, Polda Bidik Kasus Korupsi di Bugbug

Itu sebabnya, kata Adhi Ardhana, memaksimalkan pariwisata domestik merupakan pilihan. Terlepas dari kendala yang dihadapi, Indonesia secara umum diharapkan tidak sampai masuk jurang resesi apalagi depresi seperti prediksi Menkeu Sri Mulyani.

Dibutuhkan kerja keras seluruh masyarakat Indonesia dan Bali khususnya. Apalagi di tengah ujian kesabaran dan kesetiakawanan secara sekaligus. Kerja keras juga harus dilakukan Pemprov Bali untuk dapat membuat likuiditas serta menjaga daya konsumsi masyarakat dan menjadikannya lebih baik.

“Yakni dengan mendorong kegiatan membuat pasar gotong royong ataupun e-marketplace serta mendorong berjalannya goverment expenditure, infrastruktur, dan proyek-proyek padat karya,” tandasnya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *