Perwakilan krama yang keberatan lahannya disertifikatkan atas nama desa adat mendatangi kantor Perbekel Desa Pejeng, Senin (27/7). (BP/dok)

GIANYAR, BALIPOST.com – Sejumlah warga Desa Adat Jero Kuta Pejeng mendatangi kantor Perbekel Desa Pejeng pada Senin (27/8). Kedatangan ini terkait polemik kasus tanah teba disertifikatkan atas nama Desa Adat Jero Kuta Pejeng. Sebab, puluhan warga yang keberatan dengan kebijakan itu kini malah dihantui sanksi adat.

Berdasarkan pantauan, 10 orang perwakilan krama yang keberatan tebanya disertifikatkan atas nama desa adat itu mendatangi kantor Perbekel Pejeng sekitar pukul 09.10 wita. Kedatangan mereka untuk meminta petunjuk sekaligus mediasi. Awalnya, krama dari Desa Adat Jero Kuta Pejeng dan Desa Adat Panglan datang bersamaan. Namun, oleh Perbekel Tjok Gede Agung Kusuma Yuda yang diterima pertama khusus krama Desa Adat Jero Kuta Pejeng.

Mediasi berlangsung mulai pukul 10.00 Wita hingga pukul 11.00 Wita. Dalam mediasi, Perbekel Tjok Gede Agung Kusuma Yuda mengakui bahwa proses pensertifikatan tanah pekarangan desa atau PKD di Desa Pejeng memang dikebut sesuai program nasional. Bahkan sertifikat sudah selesai 4 bulan lalu sebelum pandemi COVID-19. “Kemarin saya diundang untuk rapat dengan Kantor Pertanahan Kabupaten Gianyar. Pada intinya, sebanyak 570 sertifikat sudah jadi dan siap dibagikan,” katanya.

Baca juga:  Desa Adat Seraya Siapkan Sanksi Untuk Krama “Bengkung”

Dikatakanya, proses pembagian rencananya akan dilakukan dalam minggu ini. Namun pembagian dilakukan khusus untuk warga yang setuju dengan pensertifikatan menjadi atas nama desa adat. Sementara untuk yang sudah mengajukan keberatan maka sertifikatnya akan ditahan. “Bagi yang keberatan, didiamkan. Kami juga sedang membuat laporan ke Gubernur terkait kasus ini agar dapat pencerahan,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Perbekel Tjok Gede Agung Kusuma Yuda juga menginformasikan bahwa Desa Adat Jero Kuta Pejeng akan memberlakukan sanksi adat, khusus untuk warga yang keberatan terhadap program ini. “Perbekel sejalan dengan awig-awig. Empat hari yang lalu, diputuskan kena sanksi adat. Saya hanya memperkuat, karena Perbekel tidak punya kuasa,” ujarnya.

Baca juga:  Hormati Vonis Buni Yani, Publik Diminta Cegah Polemik Baru

Menurutnya keputusan sanksi diambil untuk mempercepat penyelesaian polemik ini. Terutama untuk mempercepat pembagian sertifikat. “Kami tidak mau lagi diajak silat lidah. Yang keras memberi tahu untuk sanksi memang betul saya, karena proses harus dilakukan,” ujarnya.

Sementara itu, perwakilan krama, I Made Wisna berharap tanah teba yang dikuasai selama lebih dari 20 tahun bisa dimohonkan hak milik, bukan justru menjadi PKD atas nama desa adat. Terlebih, dalam sertifikat yang telah terbit, berisi catatan bahwa hak milik tersebut tidak bisa dijadikan jaminan utang dan tidak boleh dapat dialihkan baik sebagian maupun seluruhnya tanpa izin dari pejabat yang berwenang, kecuali diperlukan pemerintah untuk kepentingan umum. “Mengapa kami sampai melapor, karena saya sendiri punya 20 are di luar PKD. Tidak ada penjelasan yang disampaikan atas perubahan status tanah itu, tiba-tiba saja diumumkan di banjar bahwa sertifikat sudah selesai,” ungkapnya.

Baca juga:  Gubernur Koster Pimpin Rapat Layanan Wisata di Bandara

Ia pun khawatir, setelah tanahnya dijadikan PKD, dirinya tidak punya hak lagi. “Kalau ada keperluan desa adat mau dijadikan supermarket, kan tidak tahu kita,” ujarnya.

Sementara terkait proses hukum di Polres Gianyar, dikatakan pihaknya hanya mengajukan laporan terkait perubahan status tanah, tanpa ada melaporkan subjek terlapor. “Saya juga tidak melaporkan oknum, melainkan hanya melapor kenapa ada perubahan status tanah. Masalah nanti ada saksi atau tersangka, itu ranah kepolisian,” jelasnya.

Sementara krama lainnya, I Ketut Sudiarta menyinggung terkait sanksi adat. Ia mempersilahkan bila sanksi adat diterapkan atas aksi perlawanan yang dilakukan ini. Pihaknya tetap menegaskan bahwa upaya ini dilakukan untuk mempertahankan hak. “Silahkan kalau mau diperpanjang, kita perpanjang. Mungkin saya akan bongkar lebih dalam lagi. Lapor lebih jauh lagi. Mumpung basah, basah sekalian,” tegasnya. (Manik Astajaya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *