Petugas mengambil spesimen untuk dites PCR. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Banyaknya temuan orang tanpa gejala (OTG) yang positif COVID-19 karena transmisi lokal harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah. Terutama yang berasal dari klaster penularan pasar tradisional.

Upaya tes massal masih belum cukup, karena baru sebatas pada hasil kontak tracing pedagang yang positif sebelumnya. “Penelusuran saja kan, umpama keluarga dari pedagang di pasar yang positif. Tapi pembelinya (yang kontak dengan pedagang positif COVID-19, red) kan tidak bisa ditelusuri,” ujar Anggota Komisi IX DPR RI Dapil Bali, I Ketut Kariyasa Adnyana kepada Bali Post, Rabu (1/7).

Kariyasa menambahkan, Bali harus bisa menghitung kapan puncak pandemi terjadi dan menurun. Apalagi, tatanan kehidupan era baru sudah dirancang akan dimulai 9 Juli mendatang.

Baca juga:  Dari Irjen Ferdy Sambo Dinonaktifkan hingga Varian Baru Terdeteksi di Bali

Sebagai daerah pariwisata, kesehatan tetap menjadi nomor satu. Kalau Bali tidak mampu menangani pandemi, maka wisatawan tidak akan mau datang ke pulau dewata.

Oleh karena itu, tes massal harus segera dilakukan agar pandemi dapat segera berakhir. Pihaknya di pusat sudah beberapa kali meminta kepada Kementrian Kesehatan dan Gugus Tugas Nasional agar bisa semaksimal mungkin membantu Bali terkait infrastruktur untuk uji swab. “Sehingga bisa dilakukan tes massal yang betul-betul menyasar kepada penduduk di luar penelusuran (kontak tracing, red),” pungkasnya.

Menurut Kariyasa, pemerintah di Bali harus sudah mulai mengupayakan tes massal dengan persentase minimal 30 sampai 50 persen dari jumlah penduduk. Terutama di daerah-daerah yang menjadi zona merah seperti Kota Denpasar.

Baca juga:  Belasan Korban Jiwa Dilaporkan Bali, Tambahan Kasus COVID-19 Masih di Atas 300 Orang

Seperti diketahui, penyumbang terbesar penambahan angka positif COVID-19 di ibukota provinsi Bali ini adalah dari klaster Pasar Kumbasari. Kendati sebagian besar kasus positif adalah OTG, namun hal ini justru berbahaya menyebarkan virus lebih luas.

Di samping lebih sulit untuk dideteksi atau dilakukan penelusuran karena OTG umumnya dalam keadaan sehat. “Keberhasilan beberapa tempat seperti di Korea, di sana banyak melakukan tes. Baik swakelola, kesadaran sendiri, ada drive thru juga, maupun petugas di jalan bawa mobil,” jelas Politisi PDIP asal Busungbiu, Buleleng ini.

Baca juga:  IMI Denpasar Jaring Bibit Pembalap Grasstrack dan Motocross

Kariyasa melihat fasilitas laboratorium untuk uji swab berbasis PCR di Bali sudah siap. Pemerintah hanya tinggal memenuhi kebutuhan reagen untuk pengujian.

Bila infrastruktur sudah siap, lebih baik dilakukan tes massal (tidak hanya dari hasil tracing, red) sehingga orang-orang yang terpapar COVID-19 lebih cepat diketahui. Dengan demikian, bisa lebih cepat pula dilakukan tindakan seperti isolasi di tempat karantina ataupun perawatan di RS. “Masyarakat kan sudah mulai paham bagaimana isolasi. Pemerintah juga sudah menyiapkan tempat karantina di hotel dan sebagainya, kemudian desa adat juga sudah siap,” paparnya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *