Pedagang di Pasar Badung sedang melayani pembeli. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Jumlah kasus COVID-19 karena transmisi lokal di Bali telah melampaui imported case sejak 5 Juni lalu. Penyebaran transmisi lokal paling banyak terjadi di pasar tradisional dan ini menimbulkan kluster baru yang sangat berisiko.

Padahal sejak awal, pemerintah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan telah mewanti-wanti pentingnya menerapkan protokol kesehatan di pasar. “Pasar itu tidak bisa kita hindari, memang harus dibuka. Tetapi kita sarankan beberapa hal. Bukan dari sekarang sebetulnya, tapi sudah dari awal April sebelum lebaran,” ujar Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali, I Wayan Jarta dikonfirmasi, Rabu (17/6).

Menurut Jarta, sudah ada surat edaran dari Kementerian Perdagangan terkait penanganan COVID-19 yang telah diteruskan ke kabupaten/kota. Ia sendiri datang langsung ke Pasar Badung untuk melakukan pengecekan.

Baca juga:  Koster Nyoblos di TPS 6 Sembiran

Kendati, pengawasan secara rutin memang tidak memungkinkan karena keterbatasan. Oleh karena itu, pengelola pasar di Bali terus diimbau agar menerapkan SOP dan protokol kesehatan pencegahan COVID-19. “Kita mengimbau, pertama, supaya menjaga jarak. Itu penting sekali di pasar terutama sesama pedagang minimal 1,5 meter. Kemudian, pedagang dan pembeli minimal 1 meter,” jelasnya.

Pihaknya juga tengah merancang jadwal sidak secara periodik di beberapa pasar berkoordinasi dengan kabupaten/kota. Sidak dilakukan sambil memberikan arahan dan sosialisasi.

“Sementara ini belum kesitu (melibatkan aparat, red). Harapannya masih ke pengelolaan internal dulu. Jadi, pengelola pasar membentuk Satgas untuk memantau sejauh mana (protokol kesehatan) dilaksanakan,” paparnya.

Baca juga:  Aman Hanya Raih 12 Suara di TPS Cok Ibah

Jarta menambahkan, Satgas yang dibentuk pengelola pasar bisa melibatkan pedagang, tukang parkir, satpam atau menunjuk orang tertentu. Untuk menghindari virus, dilakukan penyemprotan disinfektan sebelum pasar dibuka dan setelah pasar ditutup.

Selain itu, lanjut Jarta, baik pengelola pasar, pedagang maupun pembeli diimbau agar memakai masker. Pengelola pasar juga disarankan untuk menyiapkan sarana prasarana kesehatan yang dibutuhkan.

Seperti tempat cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, disinfektan, hand sanitizer, dan lainnya sesuai ketentuan yang ditetapkan. Staf Disperindag yang secara rutin memantau harga sekaligus mengawasi penerapan protokol kesehatan di pasar.

Baca juga:  Srikandi PLN Gandeng Menteri PPPA Kawal Pemberdayaan Perempuan Penyintas KDRT

Walaupun diakui pemantauan tersebut memang tidak dilakukan pada semua pasar tradisional. “Bagaimana perkembangannya, diikuti atau tidak. Pengelola pasar selalu diingatkan kalau terjadi penyimpangan,” imbuhnya.

Walaupun ada pembatasan jam, Jarta menyebut pasar di jam-jam tertentu pasti akan padat oleh pembeli. Terutama di pagi hari. Menuju tatanan kehidupan era baru, pembatasan jam harus dilakukan secara ketat.

Kalau memang tidak bisa, maka jumlah pedagang mesti diatur. Untuk penegakan disiplin, mestinya ada keterlibatan aparat agar lebih efektif. Di samping yang menjadi kunci utama adalah keseriusan dari para pengelola pasar. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *