Prof. Sucipta. (BP/Istimewa)

Oleh: I Nyoman Sucipta

Ancaman nonmiliter merupakan usaha atau kegiatan tanpa bersenjata yang dinilai mempunyai kemampuan membahayakan atau berimplikasi mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman ini dapat berasal dari luar negeri atau dapat pula bersumber dari dalam negeri.

Ancaman nonmiliter digolongkan ke dalam ancaman yang berdimensi antara lain ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, keselamatan umum, teknologi dan legislasi. Pertahanan nonmiliter adalah pertahanan yang bertumpu pada kementerian/lembaga nonkementerian sebagai unsur utama pertahanan nonmiliter sesuai dengan ancaman nonmiliter yang dihadapi, dibantu oleh unsur-unsur lainnya berupa peran serta segenap rakyat dan pemanfaatan segenap sumber daya nasional lainnya.

Pada awal Maret 2020, Indonesia memulai perperangan untuk menghadapi virus Corona (Covid-19). Dengan masuknya pertama kali virus Corona di Indonesia akan memberikan dampak secara tidak langsung terhadap perekonomian di negara Indonesia. Virus Corona adalah penyakit menular yang disebabkan oleh coronavirus yang paling baru ditemukan. Virus dan penyakit baru ini tidak diketahui sebelum wabah dimulai di Wuhan, China pada Desember 2019.

Provinsi Bali sebagai salah satu destinasi pariwisata unggulan nasional maupun internasional memerlukan penanganan khusus dari ancaman COVID-19. Dalam konteks wilayah tujuan pariwisata sebagian besar penduduk Bali bergantung pada sektor pariwisata. Pariwisata di Provinsi Bali bersumber pada adat budaya dan alam.

Baca juga:  Kartu Mati Sepak Bola Indonesia

Sektor pariwisata memiliki pengaruh terhadap sektor-sektor lainnya di Provinsi Bali. Selain persoalan pembangunan di daerah tujuan wisata, persoalan lain yang menjurus kepada ancaman nonmiliter yang sedang dihadapi di Bali adalah ancaman COVID-19. Kondisi  seperti ini merupakan sebuah ancaman nonmiliter dalam multidimensi salah satu yang paling terasa adalah ekonomi.

Dengan demikian, perlu analisis melalui sebuah kajian, sinergitas pembangunan daerah di Provinsi Bali guna menghadapi COVID-19 sebagai ancaman nonmiliter dalam rangka mendukung penyelenggaraan pertahanan negara. Pemerintah saat ini tengah berjuang menekan angka penularan COVID-19. Dari perspektif pertahanan nonmiliter, saatnya sekarang COVID-19 dihadapi dengan strategi pertahanan semesta yang sifatnya total, terpadu, terarah dan berkelanjutan.

Hal ini sesuai dengan kata kunci dalam strategi pertahanan semesta (Undang-undang RI Nomor 3 Tahun 2002), yang sejatinya dapat direalisasikan untuk memberi penguatan kepada dua keputusan strategis pemerintah RI. Dua keputusan strategis pemerintah yang dimaksudkan itu yakni pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 tentang refocusing kegiatan, relokasi anggaran serta pengadaan barang dan jasa. Terkait itu, perlu ada catatan analisis dari sebagai masukan untuk penguatan keputusan strategis yang sudah dilakukan pemerintah.

Baca juga:  Gubernur Koster Tambah Fasilitas Karantina dan RS COVID-19

Dalam tataran kepentingan nasional, alasan tersebut bisa dibenarkan. Namun, dalam pandangan internasional seperti dari pihak Badan Kesehatan Dunia atau WHO kurang. Sebab, WHO lebih melihat dan mendorong suatu pemerintahan negara agar terbuka dalam penanganan COVID-19. Terjadi kesenjangan informasi, antara kepentingan nasional dan internasional tentang keterbukaan. Terkait dengan keputusan strategis Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 sebagai bencana nonalam.

Dari segi etimologis, nonalam sama dengan buatan. Artinya, kemunculan virus ini bisa dipersepsikan sebagai bencana buatan. Pertanyaannya, siapa yang membuat COVID-19? Apakah dibuat individual, institusional atau organisasional atau bahkan negara? Jawaban dari pertanyaan tersebut, boleh jadi benar secara common sense menurut persepsi tertentu, misalnya dari sudut pandang intelijen.

Namun dari sisi akademis, tidak tersedia cukup data dan fakta untuk mempertanggungjawabkan pernyataan COVID-19 adalah bencana buatan. Yang seyogianya istilah COVID-19 ini bisa disebut sebagai ancaman pertahanan nonmiliter. Kemudian, catatan lain, ia menekankan perlunya partisipasi dan kolaborasi aktif dari semua elemen negara yaitu masyarakat dan pemerintah.

Mulai tenaga medis, peneliti, pemerintah pusat dan daerah, sukarelawan, dan pihak swasta harus bisa saling bersinergi demi menekan angka korban COVID-19. Sudah saatnya ditangani dengan strategi pertahanan semesta, yang total, terpadu, terarah dan berkelanjutan. Sebagai kelaziman doktriner dalam buku putih pertahanan (2015-2019) penerapan strategi pertahanan semesta dikaitkan dengan ancaman maka COVID-19 termasuk jenis ancaman pertahanan nonmiliter.

Baca juga:  Omicron di Indonesia Capai Seribuan Kasus

Dalam Sistem Pertahanan Negara Republik Indonesia yang dirumuskan pada Buku Putih Pertahanan oleh Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dijelaskan bahwa ancaman terhadap sebuah negara tidak hanya bersifat ancaman militer juga ancaman nonmiliter. Ancaman militer merupakan sebuah kewajiban bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk menghadapi, menjaga dan mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tetapi terhadap ancaman nonmiliter dibutuhkan kerja sama dari semua stakeholder kementerian, lembaga, pemerintah daerah dan masyarakat sesuai dengan macam dan bentuk ancaman nonmiliter tersebut. Ancaman nonmiliter terdiri dari beberapa dimensi yaitu dimensi ideologi, dimensi politik, dimensi ekonomi, dimensi sosial budaya, dimensi keselamatan umum, dimensi teknologi, dan dimensi legislasi. Ancaman nonmiliter ini sangat memungkinkan mengancam kedaulatan, persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Terlebih lagi Indonesia merupakan negara banyak pulau, beragam suku bangsa, bahasa, dan beragam kepentingan.

Penulis, Guru besar Prodi Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Unud 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *