Wayan Koster. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Wayan koster kembali mewujudkan janjinya untuk melindungi kearifan lokal Bali. Terbitnya Pergub No. 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali, salah satu buktinya. Regulasi ini sebelumnya tidak mungkin dibuat karena dalam Perpres No.39 Tahun 2014, minuman khas Bali yang dimaksud yakni arak masuk dalam daftar negatif investasi.

Namun dengan penetrasi yang kuat, Gubernur Bali Wayan Koster akhirnya bisa mewujudkan payung hukum bagi para perajin arak di Pulau Dewata. “Belum ada satu gubernur pun di Indonesia dari 34 provinsi yang bisa menembus ini, karena itu, ini satu-satunya pergub. Kebetulan juga bisa nomor 1 tahun 2020,” ujar Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra dalam acara sosialisasi Pergub No.1 Tahun 2020, di Jayasabha, Denpasar, Rabu (5/2).

Menurut Dewa Indra, muatan utama dari visi Gubernur adalah mengangkat budaya Bali untuk menjadikan Bali terhormat. Produk budaya yang adiluhung diangkat lagi, apalagi yang bernilai ekonomi.

Baca juga:  Sebanyak 3.400 Rapid Test Sudah di Bali

Sebab, jika dikelola dengan baik, akan memberikan benefit yang luar biasa. Seperti halnya arak Bali, karena petani atau perajin yang terlibat dalam produksinya sangat banyak. “Mimpi beliau (Gubernur), bagaimana produk budaya kita ini kira-kira sama kuatnya dengan sake di Jepang, atau lebih kuat bila perlu. Kita ingin menciptakan satu pandangan bagi wisatawan, kalau belum membawa arak maka belum terbukti secara sah pernah ke Bali,” jelasnya.

Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan, Pergub No.1 Tahun 2020 telah disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri, yang diundangkan 29 Januari lalu. Regulasi pro-rakyat berbasis kearifan lokal ini terdiri dari 9 bab dan 19 pasal. Ada lima minuman khas Bali yang diatur dalam pergub meliputi tuak Bali, brem Bali, arak Bali, produk artisanal, dan brem/arak Bali untuk upacara keagamaan. “Dengan pergub ini, kita bisa melakukan tata kelola untuk mengatur produk khas Bali dari hulu sampai hilir. Saya kira ini satu produk baru sebagai basis ekonomi kerakyatan sesuai dengan kearifan lokal yang sejalan dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali,” ujarnya.

Baca juga:  Kebijakan Pemuliaan Air Gubernur Koster Menginspirasi Wamendagri

Menurut Koster, penerbitan pergub bertujuan untuk memanfaatkan minuman khas Bali itu sebagai sumber daya ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan krama Bali. Kemudian, melakukan penguatan dan pemberdayaan perajin, mewujudkan tata kelola bahan baku, produksi, distribusi, pengendalian dan pengawasan minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali, membangun standardisasi produksi untuk menjamin keamanan dan legalitas produk, serta melindungi masyarakat dari pangan yang tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan.

Sementara ruang lingkup pergub meliputi perlindungan, pemeliharaan, dan pemanfaatan; kemitraan usaha; promosi dan branding; pembinaan dan pengawasan; peran serta masyarakat; sanksi administratif; dan pendanaan. “Saya kira arak Bali itu sudah sangat terkenal, tapi ada peraturan yang menghambat yaitu perpres yang mencantumkan sebagai daftar negatif investasi. Kemudian kita mendapat jalan keluar untuk mengatur secara terbatas peredarannya, produksinya,” jelasnya.

Koster menambahkan, masyarakat yang melaksanakan upacara keagamaan dapat membeli brem/arak Bali paling banyak 5 liter dengan menunjukkan surat keterangan dari bendesa adat. Pembelian brem/arak Bali dapat dilakukan pada distributor yang bekerja sama dengan koperasi.

Baca juga:  Rendang Nihil Pengusaha dan Perajin Arak Tradisional

Koperasi wajib membeli bahan baku dari perajin dan menjual bahan baku kepada produsen. Perajin atau koperasi yang melaksanakan pengangkutan bahan baku wajib dilengkapi dengan surat jalan dari kepala desa atau lurah setempat dengan menyebutkan nama perajin, jenis, dan jumlah bahan baku yang diangkut. “Minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali hanya dapat dijual pada tempat-tempat tertentu di Bali, di luar Bali, dan/atau untuk ekspor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” imbuhnya.

Minuman tersebut, lanjut Koster, dilarang dijual pada kalangan remaja, pedagang kaki lima, penginapan, bumi perkemahan, tempat yang berdekatan dengan sarana peribadatan, lembaga pendidikan, lembaga pemerintahan, dan fasilitas kesehatan, serta tempat-tempat sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Termasuk dilarang dijual kepada anak di bawah umur dan/atau anak sekolah. (Rindra Devita/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *