Wisatawan berkunjung ke Ground Zero. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Jika membaca data-data mengenai industri pariwisata Bali, akan tersaji angka menakjubkan. Jumlah wisatawan asing berkunjung ke Bali pada tahun 1982 hanya 150.673 orang.

Angka ini terus bertumbuh secara fantastis hingga mencapai 6 juta lebih di tahun 2018 dan 2019. Sedangkan jumlah fasilitas akomodasi parwisata juga sangat berlimpah ruah. Tercatat ada 2.079 hotel dengan hampir 130 ribu kamar.

Ini belum termasuk sarana penyedia jasa pelayanan turisme lainnya seperti restoran, Spa, artshoop dan tempat hiburan. Jumlahnya bisa jadi ratusan ribu. Uniknya jumlah yang demikian fantastis itu seakan-akan masih saja kurang.

Baca juga:  Inmendagri Atur PPKM Kembali Dikeluarkan, Bali Masih Level 2

Setiap tahun selalu ada rencana pembangunan hotel baru sehingga tanah di tepi pantai, jurang dan sawah produktif diburu investor. Dan karena masih kurang,  lautanpun direklamasi.

Sementara manusia Bali menerima berkah melimpah yang didapat lebih cepat dan mudah dengan melajunya industri pariwisata. Tidak seperti saat menjadi petani, harus menunggu 6 bulan waktu panen untuk bersuka cita.

Berkah akan jauh lebih wah jika investor berani membeli tanah dengan harga mewah. Kehidupan manusia Balipun perlahan mulai berubah, dari kehidupan susah menjadi berkelimpahan kemewahan. Tanpa disadari bahwa pariwisata telah menjadi candu yang menidurkan manusia Bali dalam kesadaran palsunya. Sayangnya sangat sedikit yang menyadari hal ini.

Baca juga:  Baru Rampung Dibangun, Tembok Pagar TPU di Rening Retak-retak

Pariwisata adalah sektor yang rentan dengan guncangan isu. Sedikit saja terjadi peristiwa mengkhawatirkan publik, misalnya soal keamanan dan kesehatan. Bali sudah cukup sering mengalaminya, mulai dari karena bencana terorisme maupun wabah penyakit.

Masa sulit ini disebut dengan masa jeda pariwisata. Bali akan memasukinya sekali lagi setelah merebaknya virus korona tipe baru di Tiongkok

Masa jeda biasanya menjadi masa yang sulit terutama bagi perekonomian Bali. Tetapi sekaligus bisa menjadi saat yang tepat bagi Bali untuk mengurangi kadar candu pariwisata yang sudah mulai meracuni.

Baca juga:  Pebiliar PON Ikut Berburu Tiket ke Bandung

Ketergantungan terhadap pariwisata pelan-pelan mulai dikurangi dengan mencari alternatif lain penggerak ekonomi Bali. Sementara secara bersamaan pariwisata dibenahi, tidak dengan mengejar hanya kuantitas melainkan juga kualitas.  (Nyoman Winata/balipost)

Ulasan mengenai momentum “detoksifikasi” candu pariwisata bagi Bali dengan cara berbenah dapat dibaca di harian Bali Post, Selasa 28 Januari 2020.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *